Memberikan kesaksiaan palsu akan menjadi sebuah wasilah kebaikan bagi saudara Anda. Namun Anda lupa, bahwa wasilah itu tidak menempatkan nilai kemanusian sebagai tujuan yang sebenarnya, yaitu memberikan kesaksian yang benar. Jadi, memberikan kesaksian palsu tidak sesuai dengan "hukum moral" altruisme yang dipahami.
Sebenarnya, apa yang disebut dengan "hukum moral" ini dapat membantu manusia menghindar dari hawa nafsu yang selalu menginginkan kepuasan diri. Hal ini juga akan membuat manusia menjadi lebih proaktif, bertindak baik kepada orang lain, dan memikirkan kebaikan orang lain.
Namun sayangnya, banyak sekali distraksi yang mungkin kita hadapi untuk melakukan altruisme yang berdasarkan rasionalitas dan kecerdasan manusia.Â
Tidak semua orang termotivasi untuk melakukannya. Â Kebanyakan orang akan memerlukan proses panjang untuk melakukan pengembangan diri secara moral. Mereka perlu melakukan tindakan kebaikan dengan sungguh-sungguh, dan juga perlu mendengarkan nasihat baik dari orang lain.
Filsuf politik Amerika Serikat, Jean Hampton, berkata, "Jika kita begitu 'altruistik' sehingga kita menjadi tidak dapat mengembangkan dan mengekspresikan diri kita dengan benar, kita menjadi tidak dapat memberikan kepada orang lain apa yang mungkin mereka inginkan lebih dari apapun."[2]
Gagasan para filsuf ini mencerminkan keyakinan tentang kemampuan manusia untuk berhasil di semua usaha melakukan sikap altruistik hanya dengan menggunakan kecerdasan dan inisiatif pribadi mereka. Hal ini berlawanan dengan konsep penyerahan total manusia kepada agama.
Sebenarnya agama bisa menjadi jalan tengah solusi untuk memahami altruisme secara benar. Dalam agama, kita mengenal konsep isar. Isar artinya mendahulukan atau mengutamakan orang lain berdasarkan keinginan dan perintah Tuhan, bukan karena keinginan sendiri. Dari pemahaman ini, isar mampu memisahkan antara konsep altruisme dan egoisme.
Sungguh indah perkataan Ustad Bediuzzaman Said Nursi untuk menggambarkan isar yang sesungguhnya. Ustad berkata dalam kitab Risalah Nur karyanya, "Jika saya melihat iman bangsa kita dalam keselamatan, saya akan rela terbakar dalam nyala api neraka ..." Inilah puncak sikap isar yang mengedepankan sikap altruistik dan benar-benar mengesampingkan ego diri.
Alhasil, inti dari altruisme adalah mengutamakan orang lain daripada diri sendiri, hidup dengan mengedepankan manfaat dan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, dan menggantikan kenikmatan kehidupan pribadi dengan kelezatan hidup untuk menghidupi orang lain. Itu semua dilakukan dengan tujuan hanya untuk Tuhan semata, bukan yang lain.
Referensi:
[1] Frolov, Albert. 2016. "Reflections on Altruism" dalam The Fountain Magazine Issue 110. Clifton, NJ: Blue Dome Inc.Â