Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Apakah Siswa Sudah Benar Memahami Tanggung Jawab Belajar?

3 Februari 2021   10:26 Diperbarui: 4 Februari 2021   04:30 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pembelajaran siswa Fatih Bilingual School Aceh sebelum pandemi Covid-19.(DOK. FATIH BILINGUAL SCHOOL via kompas.com)

"Mengapa kamu tak mengunggah tugasmu?", tanya salah seorang guru kepada salah satu siswa. "Saya sudah mencobanya Pak, tetapi gagal mengunggahnya", jawab siswanya.

Itulah contoh sekelumit percakapan yang terjadi antara guru dan siswa di masa pembelajaran daring. Sebenarnya hal-hal ini tidak hanya terjadi pada masa daring, ketika belajar tatap muka pun hal-hal seperti ini sering terjadi.

Namun, di masa pembelajaran daring, permasalahan semakin bertambah rumit. Keterbatasan interaksi dan tatap muka sangat terasa dampaknya ketika guru dihadapi dengan permasalahan pembelajaran seperti ini. Guru tidak bisa membaca keadaan yang sebenarnya terjadi. Guru hanya bisa mereka-reka. 

Siswa Memaknai Tanggung Jawab 

Jika diperdalam, yang bisa kita pahami dari percakapan antara guru dan siswa di atas adalah adanya distorsi pemahaman siswa terhadap makna dari sebuah tanggung jawab.

Jika kita tanya siswa, apa sebenarnya tanggung jawab mereka sebagai siswa, pasti semua siswa secara serentak, tanpa kecuali akan memberikan jawaban yang sama. Dari dulu sampai sekarang dan sampai kapanpun tanggung jawab siswa adalah belajar.

Lantas, apakah siswa benar-benar memahami makna dari tanggung jawab belajar itu?

Untuk memahaminya, mari kita mengulasnya dari contoh percakapan yang saya berikan diawal. Pada percakapan tersebut, guru menegur siswanya yang tidak mengunggah tugasnya. Siswa berdalih bahwa dia sudah mencoba mengunggahnya, tetapi gagal melakukannya.

Seharusnya, untuk menunjukkan rasa tanggung jawabnya, siswa tersebut perlu mengambil langkah tambahan, tidak berhenti ketika gagal mengunggah tugas. 

Siswa tersebut seharusnya melakukan konfirmasi kepada gurunya bahwa dia memiliki kendala mengunggah tugasnya. Pastinya, guru akan membantu siswa tersebut, dengan mencarikan alternatif solusinya.

Contoh lain yang sering terjadi di masa pembelajaran daring adalah kendala jaringan. Kendala jaringan ini yang terkadang dijadikan siswa untuk akhirnya tidak mengikuti pelajaran. Siswa yang tak memiliki rasa tanggung jawab yang kuat mungkin akan pasrah dengan keadaan.

Sebaliknya jika ada rasa tanggung jawab yang tinggi pada siswa, maka ia akan berusaha terus-menerus untuk tetap bisa mengikuti pembelajaran. 

Jika pun tetap tidak bisa mengikuti pembelajaran, siswa bertanggung jawab akan melakukan komunikasi dengan gurunya memintakan alternatif solusinya untuk mendapatkan materi yang tertinggal.

Esensi Tanggung Jawab Belajar Siswa yang Fundamental

Makna dari tanggung jawab siswa tidak hanya terbatas dari hal-hal teknis seperti dua contoh yang sudah saya berikan. Makna dari tanggung jawab sebagai siswa juga perlu dipahami dari sisi esensi yang fundamental dari belajar. Makna esensi yang fundamental yang dimaksud adalah adanya proses berpikir dalam diri siswa sehingga bisa memahami pelajaran yang diberikan. 

Misalnya, ketika guru menjelaskan pelajaran di kelas siswa yang bertanggung jawab akan memperhatikan pelajaran dengan baik. Selain memperhatikan, yang lebih penting lagi siswa juga harus bisa memahami pelajaran dengan baik.

Jika kiranya siswa tidak memahami pelajaran, pastinya siswa seharusnya bertanya kepada guru sebagai bentuk rasa tanggung jawabnya sebagai siswa untuk bisa memahami materi pembelajaran.

Untuk bisa bertanya perlu ada proses berpikir pada diri siswa. Inilah yang terkadang sulit dipahami oleh guru. Guru tidak bisa mereka-reka apa yang dipikirkan siswa ketika belajar. Ketika bertanya pun terkadang ada siswa yang melakukannya tanpa melalui proses berpikir yang baik, asal bertanya saja tanpa mengerti apa yang ditanyakan.

Rasa tanggung jawab untuk melakukan proses berpikir inilah yang seharusnya dimiliki siswa. Dan hal inilah yang sulit untuk dipahami guru, karena proses berpikir siswa tidak bisa diamati secara langsung dengan kasat mata.

Yang bisa guru lakukan hanya mengukur hasil dari proses berpikir siswa. Guru tidak akan bisa mengetahui bagaimana proses berpikir itu terjadi. 

Hasil yang baik belum tentu menunjukkan adanya proses belajar yang baik. Terkadang siswa meraihnya dengan tidak melalui proses yang baik dan benar dan yang tidak menunjukkan tanggung jawabnya sebagai siswa.

Misalnya, ada siswa yang memang diberikan anugerah kecerdasan yang melebihi rata-rata siswa yang lain. Tentunya, bagi dirinya terkadang mempelajari pelajaran tidak harus selalu memperhatikan guru. Belajar sendiri pun sudah cukup baginya untuk memahami materi pelajaran.

Ketika guru menjelaskan pelajaran di kelas bisa saja siswa ini tidak memperhatikannya, bisa saja ia memikirkan hal lain ketika belajar di kelas. 

Meskipun seperti itu, ketika ujian dilakukan, karena kemampuannya untuk belajar sendiri dan mampu memahami pelajaran tanpa bantuan guru, siswa ini mampu melewati ujian dan mendapatkan hasil yang baik. 

Sebuah Refleksi

Namun, apakah potret siswa seperti ini yang kita maksud siswa yang bertanggung jawab dalam proses belajar?

Tentunya tidak. Coba kita pikirkan, jika saja siswa tersebut tetap mengikuti proses berpikir yang baik ketika belajar di kelas, pastinya akan lebih banyak lagi ilmu yang ia dapatkan. 

Meskipun terkadang ia sudah bisa memahami pelajaran, dengan adanya proses berpikir akan timbul pemahaman-pemahaman baru yang akan menambah wawasannya dan juga bisa menambah motivasinya untuk mempelajari hal lain yang belum dipahami.

Sejatinya, dalam menuntut ilmu, walaupun kita sudah mengetahui ilmu yang akan dipelajari, sebaiknya kita perlu bersikap seakan-akan kita tidak mengetahui sama sekali ilmu tersebut. Sehingga kita akan tetap fokus dan terus melakukan proses berpikir untuk mendapatkan hal-hal yang baru. 

Dengan adanya proses berpikir itulah akal manusia akan berfungsi dengan baik. Seperti kita ketahui, proses berpikir manusia bersifat sangat dinamis sehingga manusia bisa memahami sesuatu dari berbagai macam sisinya.

Alhasil, rasa tanggung jawab yang benar adalah rasa tanggung jawab terhadap proses belajar yang dituangkan dengan adanya proses berpikir, bukan rasa tanggung jawab untuk mengikuti formalitas belajar di kelas, apalagi rasa tanggung jawab yang berorientasi mendapatkan nilai yang tinggi di ujian.

Oleh karenanya, menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menanamkan rasa tanggung jawab yang benar kepada siswa dalam melakukan proses belajar di sekolah, agar siswa tidak salah memahaminya.

[Baca Juga: Wakaf dan Ekonomi Syariah, Antara Perspektif Ekonomi dan Pendidikan]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun