Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kasus Hukum Terkait SARA, Sebuah Kebiasan Intelektual dan Degradasi Moral

31 Januari 2021   19:59 Diperbarui: 2 Februari 2021   12:19 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang-orang dengan sangat mudahnya menghina, mengolok-olok, berperilaku rasis, membully, dan berbagai macam tingkah laku yang tidak menunjukkan keluhuran akhlak dan moral kemanusiaan.

Sebagai pemerhati pendidikan, saya merasa kini saatnya kita kembali berpikir kritis untuk mengurai permasalahan ini. Kita seharusnya bisa kembali duduk bersama memikirkan bagaimana caranya meningkatkan kembali penanaman pendidikan karakter pada diri siswa. 

Berkaca pada kasus ini saya berpikir adanya urgensi untuk meningkatkan kembali pendidikan moral dan karakter di sekolah. Tak bisa dipungkiri, sekolah seharusnya bisa menjadi salah satu tempat yang bisa dijadikan agen perubahan karakter pada diri siswa. 

Selama ini, pendidikan karakter di sekolah mungkin diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran. Hal ini terkadang membuat penanaman karakter tidak maksimal dilakukan, bahkan terkadang cenderung terlupakan.

Yang perlu dilakukan sekarang adalah kita kembali melihat pola pendidikan karakter tersebut. Apakah ada yang salah dari pola tersebut? Bagian mana yang belum maksimal dilakukan? Bagaimana cara meningkatkannya? Strategi apa yang perlu dilakukan agar pendidikan karakter ini benar-benar bisa bermakna di benak siswa?

Tidak mudah menjawab pertanyaan itu semua. Ini menunjukkan bahwa menanamkan pendidikan karakter memerlukan kerja keras dan usaha maksimal bersama. 

Guru, staf, karyawan, orang tua dan masyarakat harus memiliki cara pandang yang sama dalam mendidik karakter siswa. Dengan kesamaan cara pandang, efektivitas pendidikan karakter mungkin akan lebih terasa.

Alhasil, kasus-kasus pelanggaran hukum terkait ujaran kebencian yang menyinggung isu SARA sangat berpotensi memecah belah masyarakat. Dengan adanya provokasi, bisa saja menyebabkan tersulutnya konflik di masyarakat.

Jalan keluar yang bisa ditawarkan adalah dengan kembali memperhatikan pendidikan. Baik pendidikan terkait intelektualitas maupun pendidikan moral dan karakter pada diri siswa. Ini menjadi tugas berat sekaligus tugas suci yang perlu kita lakukan secara bersama.

[Baca Juga: Menyoal Fokus dan Keseriusan Siswa Belajar Daring]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun