Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Inti Protokol Kesehatan adalah Kesadaran Kolektif

6 Januari 2021   20:24 Diperbarui: 7 Januari 2021   20:16 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di masa pandemi, aturan protokol kesehatan dilakukan di mana-mana. Di ruko, toko, tempat ibadah, restoran, dan di berbagai tempat lainnya bermacam bentuk protokol kesehatan diberlakukan. Ada yang dikemas dengan menarik, unik, kekinian, dan lain daripada yang lain.

Bagi pelaku bisnis dan jasa, ada yang benar-benar serius menerapkan protokol kesehatan dengan menggunakan teknologi terkini dan tercanggih, tetapi ada juga yang melakukan seadanya atau asal ada.

Seperti halnya yang dilakukan para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Karena keterbatasan modal, tak banyak yang bisa dilakukan. Paling minimal, para pelaku usaha UMKM biasanya memasang wadah plastik dengan keran di bawahnya untuk mencuci tangan di depan tempat usahanya.

Kesadaran Menerapkan Protokol Kesehatan

Sebenarnya, inti dari protokol kesehatan adalah ada pada kesadaran para pelakunya, bukan pada canggihnya atau modernnya infrastruktur yang digunakan.

Tanpa adanya kesadaran para pelaku bisnis dan jasa, dan juga kesadaran masyarakat sebagai pelanggan, alat canggih dan modern yang digunakan hanya akan menjadi hiasan dan aksesoris belaka. 

Realitanya, protokol kesehatan tetap tidak dijalankan dengan benar. Bisa dikatakan, protokol kesehatan pun akhirnya berubah menjadi protokol pelayanan, bahkan protokol peraturan. 

Sebabnya, penerapan protokol kesehatan, khususnya 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan) tujuannya tidak lagi untuk melindungi diri dan orang lain, tetapi hanya melakukan formalitas belaka.

Dalam berbisnis dan memberikan jasa, pelayanan memang menjadi hal utama. Misalnya saja salah satu parameter restoran yang baik adalah restoran yang bisa memberikan pelayanan terbaik kepada pengunjungnya, selain masakannya yang juga harus memiliki cita rasa yang enak dinikmati. 

Jika masakannya enak, tetapi pelayanannya kurang baik, restoran mungkin tak akan bisa maksimal mendatangkan pengunjung. Alih-alih ramai pengunjung, restoran justru sepi, masyarakat pun akan berpikir dua kali ketika akan datang ke restoran tersebut.

Sekarang, banyak pelaku bisnis dan jasa mengedepankan protokol kesehatan sebagai sebuah pelayanan dan nilai jual untuk bisa menarik pelanggan. Mereka berlomba-lomba menciptakan inovasi dan kreasi dalam melakukan protokol kesehatan dengan cara yang terbaik yang bisa dilakukan. Tujuannya, memberikan pelayanan dan menarik pelanggan datang.

Memang, melakukan protokol kesehatan dengan tujuan pelayanan, bukanlah hal yang salah dan tabu untuk dilakukan. Namun, hal ini baru akan benar-benar bermakna jika diimbangi dengan pemahaman bahwa tujuan dilakukannya protokol kesehatan adalah untuk keamanan pelanggan bukan untuk pelayanan, apalagi menarik pelanggan. Jadi, tujuan utamanya adalah melakukan protokol kesehatan, bukan protokol pelayanan.

Yang lebih berbahaya lagi jika masih ada yang berpikir bahwa melakukan protokol kesehatan hanya karena adanya aturan. Ini yang akan lebih fatal akibatnya. Hal ini yang saya maksud dengan protokol peraturan.

Mengikuti peraturan memang penting, tetapi memahami maksud adanya aturan jauh lebih penting lagi. Jangan sampai peraturan ditaati dengan tujuan yang berbeda dari esensinya. Oleh karenanya, peraturan seharusnya ditaati dengan penuh kesadaran.

Kesadaran di Masa Perubahan

Memang, kesadaran adalah hal yang amat diperlukan di masa perubahan. Sejatinya, kita sekarang sedang berada pada masa perubahan. Perubahan dari kehidupan normal ke kehidupan masa transisi, lalu kemudian menuju kehidupan masa adaptasi kebiasaan baru. Semua perubahan disebabkan oleh pandemi. 

Perubahan tidak selalu mudah dilakukan, memerlukan perjuangan dan kesabaran. Perubahan itu ibarat sebuah metamorfosis yang terjadi pada seekor kupu-kupu. Pada metamorfosis, telur berubah menjadi larva, dan larva berjuang untuk menjadi kepompong, dan dengan penuh kesabaran akhirnya kepompong berubah menjadi seekor kupu-kupu yang indah.

Kini masyarakat juga seharusnya bisa bermetamorfosis dengan berjuang dan bersabar. Namun sayangnya, kini banyak masyarakat yang justru terlena, banyak masyarakat yang kehabisan kesabaran. Perubahan yang terjadi pun hanyalah sebuah perubahan yang semu, perubahan yang hanya karena ikut-ikutan.

Akhirnya, perubahan yang terjadi tidak mencapai pada esensinya, perubahan tidak mencapai hakikatnya. Ini terjadi karena perubahan yang tidak berdasarkan kesadaran. Esensi dan hakikat kesehatan pun berubah hanya menjadi sekedar memberikan pelayanan dan menaati peraturan.

Kesadaran Kolektif

Perubahan yang seperti ini, walaupun terjadi pada sebuah kelompok besar, tidak bermakna perubahan yang berasaskan kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif tidak timbul dari prinsip asal ikut-ikutan, tetapi perubahan yang berasaskan kepada penggunaan nalar, akal, logika dan pemahaman yang benar pada kelompok masyarakat.

Ulama dan intelektual Muhammad Fethullah Gulen menyebutkan bahwa kesadaran kolektif memerlukan pemahaman bersama. Pemahaman bersama lebih berharga daripada pemahaman pribadi, walaupun pribadi itu seorang yang jenius sekalipun. Dalam agama, dimana ada kebersamaaan atau kolektivitas, disana pasti akan ada keberkahan.

Semangat dan dasar dari kesadaran kolektif, yang dianggap sebagai salah satu prinsip paling penting dari hidup kita, adalah keberlangsungan moral dan karakter, kehidupan bersosial, akhlak yang berdasarkan agama, dan berkepribadian nasional. Jika semua itu diperhatikan, maka protokol kesehatan yang berdasarkan kesadaran kolektif baru akan bermakna benar.

Alhasil, inti membicarakan protokol kesehatan adalah membicarakan kesadaran. Di masa perubahan, transisi, dan adaptasi kebiasaan baru dibutuhkan kesadaran yang bersifat kolektif di masyarakat.

Jika kesadaran kolektif terbentuk, maka setiap masa, gerakan, dan lompatan bagi masa depan untuk mewujudkan idealisme tinggi dan tujuan mulia kehidupan, akan menjadikan individu-individu yang berada di dalamnya terbentuk, semakin matang, dan mencapai derajat insani kamil dalam kehidupan. Ketika ini terjadi, protokol kesehatan akan bisa dilakukan sesuai dengan esensi dan hakikatnya.

[Baca Juga: Marak Platform Belajar Online, Peran Guru Tetap Tak Tergantikan]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun