Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mensos Tersangka Korupsi, Perlu KPK Khusus untuk Politik

6 Desember 2020   07:02 Diperbarui: 6 Desember 2020   07:14 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua KPK Firli Bahuri dan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (Dokumentasi/KPK via kompas.com)

Yang menarik, pada kasus OTT sebelumnya, yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, partai yang terkena imbasnya adalah partai yang melawan partai penguasa saat ini pada pilpres terakhir. Uniknya, partai yang melawan petahana ini, justru memutuskan untuk berkoalisi dan masuk ke pemerintahan.

Menakar Peta Kekuatan Politik 2024

Secara politik, kasus ini akan sangat berpengaruh pada peta kekuatan politik pada pemilu dan pilpres tahun 2024 mendatang.

Di masa periode keduanya, pemerintahan Jokowi dan partainya digoyahkan dengan tingkah laku para elit politiknya, baik elit partai politik partainya sendiri, maupun elit partai politik koalisinya.

Kondisinya mirip dengan masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jilid 2 yang pada waktu itu banyak ditempa isu miring korupsi para kadernya dan anggota kabinetnya.

Akhirnya, 10 tahun pemerintahan SBY dan partai demokratnya harus terkena batunya. Pada pemilu 2009 Partai Demokrat meraih suara tertinggi 20,85%, tetapi pada pemilu 2014 perolehan suara Partai Demokrat turun drastis ke angka 10,19%. Penurunan suara ini sejalan dengan turunnya pamor pemerintahan SBY jilid 2 pada waktu itu. 

Apa yang terjadi pada pemilu 2014 saat itu? Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sebagai oposisi meraup suara terbanyak dengan angka 18,95%. Ini sejalan dengan naiknya pamor tokoh PDI-P yang akhirnya terpilih menjadi Presiden, Bapak Joko Widodo.

Sama seperti pemerintahan SBY, periode pertama pemerintahan Jokowi berjalan mulus. Dampaknya suara PDI-P pun naik pada pemilu 2019 ke angka 19,33%. Pada 2019 bukan hanya pamor partai penguasa yang naik, tetapi pamor Partai Gerindra sebagai partai oposisi juga naik.

Duel kedua partai ini terlihat jelas pada pemilihan presiden yang menghadap-hadapkan keduanya. Dua kali duel yang sama terjadi pada pilpres 2014 dan 2019. Keduanya memenangkan Jokowi dengan PDI-Pnya dengan perbedaan suara yang tipis.

Secata perhitungan politik, andai Partai Gerindra tidak masuk berkoalisi pada pemerintahan sekarang, sangat besar kemungkinan Partai Gerindra bisa unjuk gigi pada pemilu yang akan datang.

Namun, apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Sekarang, Gerindra ada di koalisi. Banyak yang membaca masuknya Gerindra ke koalisi adalah salah satu strategi besar memuluskan Prabowo untuk menjadi Presiden di tahun 2024. 

Kita masih ingat, Megawati sebagai pimpinan tertinggi PDI-P pernah bersatu dengan Prabowo, mencoba melawan kedigdayaan SBY pada pilpres 2009, meskipun harus menelan pil pahit dengan kekalahan telak saat itu.

Fenomena Partai Baru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun