Pembelajaran daring memang solusi terbaik, tetapi bukan berarti tanpa masalah. Tidak sedikit siswa yang mengalami kendala dan masalah. Masalah ancaman putus sekolah, kendala tumbuh kembang, dan tekanan psikososial dan kekerasan dalam rumah tangga menjadi bumbu pembelajaran daring. Belum lagi kendala infrastruktur teknologi yang kurang memadai.
Di saat kondisi darurat seperti ini, guru dituntut untuk dinamis, terus bergerak, terus maju untuk menjaga keseimbangan.Â
Di beberapa daerah terpencil, karena keterbatasan infrastruktur, pembelajaran daring tak bisa berjalan mulus. Akhirnya, guru harus datang menghampiri siswanya satu persatu, berjalan dari rumah ke rumah. Belum lagi masalah akses ke rumah siswa, yang belum tentu semuanya mudah dijangkau.
Guru yang di kota, tak kalah sulit perjuangannya. Memang, infrastruktur di kota sudah lebih baik dari daerah terpencil, tetapi hal itu tak menjamin pembelajaran daring bisa berjalan mulus. Permasalahan screen time, tidak maksimalnya tatap muka, interaksi yang minim dengan siswa, membuat guru harus berpikir keras bagaimana meramu pembelajaran yang akan dilakukan agar bisa efektif.
Ya, jika siswanya tidak berlaku macam-macam mungkin pembelajaran bisa berjalan baik. Bagaimana jika siswanya tertekan, stress, dan tidak termotivasi untuk belajar daring? Itu semua semakin menambah beban guru dalam mengajar daring. Di satu sisi mengurus persiapan mengajar daring, di sisi lain memikirkan permasalahan siswa.
Ditengah berbagai macam problematika yang harus dihadapi, guru harus tetap tegar, tahan, dan bersemangat dalam mengajar. Dukungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan pemerintah sangat penting untuk menjaga motivasi guru dalam menghadapi semua ini. Kiranya itulah mungkin makna tema dari peringatan HGN tahun ini yang berbunyi, "Bangkitkan Semangat Wujudkan Merdeka Belajar".
Logo peringatan HGN tahun ini pun begitu bermakna. Logo berbentuk hati dengan warna ungu, biru, merah muda, orange, biru laut, hijau, merah, dan hijau muda mengilustrasikan empat anak yang sedang bersorak gembira seolah menggambarkan kondisi guru saat ini. Guru yang sedang berjuang untuk membuka hati siswanya untuk bergembira menghadapi keadaan pandemi yang tak pasti arahnya.
Ya, beginilah seorang guru seharusnya menyambut HGN, dengan menjaga kedinamisan dan terus bergerak mendidik anak negeri. Bukankah menyambut adalah memang kegiatan dinamis? Bukankah menyambut berarti terus memberikan pelayanan terbaik yang dimiliki? Bukankah menyambut berarti menjadi garda terdepan menghadapi pandemi ini?
Alhasil, kedinamisan guru terkadang memang tak terlihat oleh kasat mata. Laksana pergerakan partikel pada sistem kesetimbangan yang tak bisa dilihat perubahannya.Â
Guru memang melakukannya bukan untuk dilihat, tetapi guru melakukannya karena panggilan hati. Panggilan hati untuk mendidik generasi, agar tidak kalah melawan pandemi.