Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Memaknai Postingan Anies Baswedan Pagi Ini

22 November 2020   21:47 Diperbarui: 23 November 2020   07:36 3440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini Minggu (22/11/2020), ada yang menarik dari postingan foto yang diunggah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di media sosial.

Dalam postingan, terlihat Anies sedang duduk santai sambil membaca buku di ruangan yang mirip seperti ruang baca dengan latar belakang rak buku lengkap dengan buku-buku yang tertata rapi. Tampak Anies mengenakan baju koko lengan pendek dengan bawahan sarung khasnya para santri. 

Yang menarik adalah terkesan Anies ingin menunjukkan judul buku yang sedang dibacanya. Cover judul buku terpampang jelas dan bertuliskan sangat besar, "How democracies die."

Tentu saja, banyak orang yang berpikir seakan-akan ada tujuan lain di balik postingan ini. Apalagi hari-hari ini Anies sedang disorot media. 

Anies Baswedan dan Politik

Minggu lalu, Anies sempat dipanggil oleh kepolisian terkait dengan dirinya yang dimintai klarifikasi mengenai acara pernikahan anak Habib Rizieq Shihab di Petamburan yang digadang-gadang melanggar protokol kesehatan dengan terjadinya kerumunan.

Tak tanggung-tanggung,  Anies, selaku Gubernur DKI Jakarta, terancam terkena pasal pidana pelanggaran undang-undang karantina kesehatan. Sebabnya, Anies dianggap melakukan pembiaran terjadinya kerumunan pada acara tersebut.

Sejak kedatangan Habib Rizieq kembali ke Indonesia dua pekan lalu, politik Indonesia kembali bergejolak. Manuver cepat Habib Rizieq setelah kedatangannya pun menambah panas suasana. 

Diskursus tentang revolusi akhlak, pelanggaran protokol kesehatan, dan terakhir berkenaan dengan penurunan baliho diri Habib Rizieq oleh TNI yang diikuti dengan pernyataan keras Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman seolah membumbui kedatangan Habib Rizieq kembali ke Indonesia.

Tak bisa dipungkiri, Anies memang memiliki kedekatan batin dengan Habib Rizieq. Kita pasti masih ingat, kemenangan Anies pada Pilkada DKI tahun 2017 mengalahkan Basuki Tjahaya Purnama, tak lepas dari peran Habib Rizieq pada aksi bela Islam 212. Walaupun tak berhubungan langsung, aksi 212 sangat berpengaruh besar memenangkan Anies waktu itu.

Sekarang, wajar jika kedatangan Habib Rizieq yang disambut Anies pastinya kembali membuat politik bergejolak. Apalagi tahun 2024 akan ada kesempatan bagi keduanya untuk menuju RI 1 menggantikan Presiden Jokowi yang sudah dua periode menjadi Presiden.

Anies dan Postingannya

Ya, dari narasi yang saya jabarkan di atas, postingan Anies pagi ini, bisa saja dimaknai provokatif, atau memiliki makna dalam secara politis. Baik yang pro maupun yang kontra dengan Anies pastinya memiliki pembenaran masing-masing akan makna politis dibalik postingan itu.

Politik memang seperti itu, tak ada yang mau kalah dan mengalah, semua maunya benar. Oleh karenanya, saya akan mencoba memaknai postingan Anies itu dari sisi yang berbeda.

Ada tiga hal berkenaan dengan postingan itu yang ingin saya sampaikan.

Pertama, saya ingin mengulas sedikit caption yang ditulis Anies di bawah foto yang diunggah. Disitu tertulis, "Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi."

Hari Minggu adalah hari yang spesial, hari dimana kita bisa menikmati waktu dengan santai, tanpa harus berkutat dengan kesibukan pekerjaan. 

Hari minggu memang perlu kita nikmati, tetapi bukan berarti waktu akan terbuang tanpa makna. Kebanyakan orang memanfaatkan hari Minggu untuk bercengkrama bersama dengan keluarga. Tak sedikit juga orang-orang yang menyalurkan hobinya di hari ini.

Pada postingan ini, Anies mengingatkan kita untuk tidak lupa meluangkan waktu untuk membaca. Di hari kerja, mungkin tak banyak waktu yang bisa kita sisihkan untuk membaca. Di hari Minggu inilah waktu yang paling tepat untuk kita bisa membaca. Apalagi jika membacanya dengan keluarga, lengkaplah sudah.

Kedua, saya ingin mengulas dari sisi pakaian yang dikenakan Anies. Perpaduan baju koko dan sarung, ditambah dengan buku tentang demokrasi menunjukkan kekentalan keislaman yang intelek dari Pak Anies.

Makna yang saya pahami adalah mungkin Anies ingin menegaskan bahwa nilai-nilai agama dan demokrasi harus bisa berjalan dengan selaras. Demokrasi kita adalah demokrasi yang berdasarkan pancasila. Pancasila itu menunjukkan bahwa kita berketuhanan. Artinya, demokrasi harus berdasarkan kepada agama, dan nilai-nilai religius yang ada di dalamnya.

Ketiga, saya ingin mengulas buku yang sedang dibaca Anies. Buku itu berjudul "How democracies die" karya dari Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt. Keduanya adalah akademisi dari Universitas Harvard di Amerika Serikat (AS). Buku ini diterbitkan pada tahun 2018.

Ketika melihatnya, saya tertarik dengan buku tersebut, dan saya mulai membacanya siang ini. Ketika menulis artikel ini, saya hanya baru menyelesaikan membaca bagian pembukaan dari buku tersebut. 

Di bagian pembukaan, tersirat makna bahwa buku ini ditulis atas dasar kekhawatiran penulis akan menurunnya nilai-nilai demokrasi di AS, terutama setelah terpilihnya Donald Trump sebagai presiden pada pemilu AS tahun 2016. 

Penulis menganggap sosok Trump adalah sebagai sosok yang tidak memiliki pengalaman menduduki jabatan publik, mempunyai komitmen yang kecil terhadap hak konstitusional, dan memiliki kecenderungan bersikap otoriter.

Jika kita perhatikan apa yang terjadi saat ini, terutama setelah pemilu presiden AS tahun 2020, rasanya apa yang dikhawatirkan benar adanya. Indikasi yang dituliskan penulis dua tahun lalu terlihat jelas saat ini.

Mungkin, jika boleh saya beropini, buku ini juga mempunyai andil dalam memenangkan Biden atas Trump di pemilu dua minggu lalu, selain andil dari virus corona. Mungkin, buku ini banyak membuka mata rakyat Amerika akan pentingnya memiliki rasa kekhawatiran.

Ya, rasa kekhawatiran yang dimaksud disini bukanlah kekhawatiran yang tanpa dasar. Di bagian pembukaan buku tersebut dijelaskan secara detail mengenai sejarah pemerintahan otoriter yang pernah terjadi di dunia. 

Diberikan contoh Mussolini di Italia, Hitler di Jerman, dan yang lebih terbaru Chavez di Venezuela. Penulis mengatakan bahwa sejarah yang sama memang tak akan terulang, tetapi sejarah memiliki rima. Rima yang mungkin saja terjadi lagi.

Lebih jauh, penulis berkata, "Paradoks tragis dari jalur elektoral menuju otoritarianisme adalah bahwa para pembunuh demokrasi menggunakan institusi demokrasi itu sendiri -secara bertahap, halus, dan bahkan legal- untuk membunuhnya."

Jika kita perhatikan opini penulis, bukan tidak mungkin hal yang sama bisa terjadi di negara kita. Hal ini jangan diartikan bahwa pemerintah saat ini memiliki indikasi ke arah sana. Yang dimaksud disini adalah kewaspadaan. Kita sebagai warga negara yang baik sepatutnya terus waspada dalam menjaga demokrasi di negara kita. 

Kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya hal yang melawan demokrasi di masa depan harus dijadikan peringatan bagi kita untuk terus menjaga dan mengawasi demokrasi di negara kita, kapanpun dan siapapun yang menjadi pemerintahnya. Inilah salah satu makna yang penting kita pahami.

Alhasil, postingan Pak Anies bisa saja diperdebatkan, dan bisa juga dipolitisasi. Bagi saya, selalu ada makna yang lebih baik daripada hanya sekedar perdebatan dan politisasi. Yang penting adalah bagaimana kita melihat sesuatu dari sisi yang lebih bermanfaat dari sudut pandang kita masing-masing.

[Baca Juga: Musibah Lidah]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun