Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cintai Profesi Guru

14 November 2020   07:13 Diperbarui: 14 November 2020   07:46 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Guru Mengajar (AFP PHOTO / SONNY TUMBELAKA via kompas.com) 

"Cintai profesi guru, nikmati pengalamannya, rasakan kebahagiannya," itu yang saya sampaikan kepada para calon guru peserta Academy of Future Teacher (AFT) yang diselenggarakan oleh Eduversal Indonesia.

AFT sendiri adalah sebuah wujud nyata kontribusi Eduversal Indonesia sebagai sebuah institusi yang bergerak di bidang konsultasi pendidikan untuk membantu para calon guru dalam mengaktualisasi diri.

Para calon guru dididik langsung oleh praktisi pendidikan yang berpengalaman dan juga para guru mentor yang berada di sekolah mitra Eduversal Indonesia.

Program ini adalah program yang panjang. Dalam satu angkatan, durasi programnya kurang lebih 8 bulan. Selama waktu itu, para calon guru digembleng dengan pelatihan, praktek, seminar, workshop, dan bimbingan terstruktur dan terkontrol yang dilakukan panitia dibantu oleh para guru-guru mentor yang berpengalaman..

Tahun ini adalah tahun kedua program ini diluncurkan setelah sukses melaksanakannya tahun lalu. Ada ratusan peserta yang terdaftar dari seluruh Indonesia untuk mengikuti program ini. Mereka berasal dari mahasiswa semester 5 keatas dan berasal dari berbagai macam disiplin keilmuan.

Kemarin, saya diundang panitia untuk memberikan webinar dengan tema "How to be a role model teacher". Program AFT tahun ini memang dilakukan secara online  mengikuti moda pendidikan yang terganggu oleh kedaruratan kesehatan pandemi covid-19. Berbagai sesi online tidak mengurangi keefektifan progam yang dilaksanakan. Termasuk program webinar series yang dilaksanakan ini. Senang rasanya saya bisa berbagi Ilmu dengan para peserta, para calon guru yang kelak akan menjadi penentu pendidikan di negara kita.

Oleh karenanya, sebelum saya masuk kepada tema yang diberikan, saya mengajak para peserta untuk sedikit membuka wawasan mereka tentang pendidikan dari berbagai macam sudut pandang. Mereka perlu benar-benar memiliki visi dan wawasan yang luas tentang pendidikan yang notabenenya menjadi bidang yang akan mereka geluti sebagai profesi masa depan mereka.

Bicara tentang role model teacher atau guru yang bisa dijadikan contoh atau juga guru teladan, banyak hal yang bisa disampaikan. Salah satunya adalah apa yang saya sampaikan diatas, yaitu mengenai cinta. 

Sengaja hal ini saya tempatkan di awal pembahasan. Karena menurut saya, sebelum kita membicarakan hal-hal lain berkenaan dengan guru, baik teknis maupun non-teknis, hal pertama yang perlu dirasakan adalah cinta akan profesi guru.

Saya menempatkan cinta sebagai definisi filosofis dari pendidikan. Mungkin banyak orang mendefinisikan pendidikan dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang mengatakan pendidikan itu perubahan, bimbingan, ilmu atau pengetahuan. Bagi saya, pendidikan adalah cinta.

Cinta disini bukanlah cinta antara laki-laki dan perempuan, cinta disini bukanlah cinta yang didorongkan hawa nafsu antara pemuda dan pemudi. Cinta disini maksudnya adalah rasa suka. Suka yang didasari kasih dan sayang.

Lantas apakah mencintai profesi guru saja cukup dalam mendidik? Saya katakan "tidak". Cinta saja tidak cukup, tetapi kita perlu menebarkannya, "Love and Spread Love." 

Dalam konteks guru, maka cinta perlu ditebarkan kepada siswa, orang tua, dan stakeholder pendidikan lainnya.

Bagi siswa, rasa cinta memang perlu ditumbuhkan. Siswa perlu mencintai gurunya, siswa juga perlu mencintai ilmu pengetahuan yang diajarkan gurunya. Siswa bisa saja cinta kepada gurunya disebabkan karena menyukai pelajaran yang diampunya, atau sebaliknya siswa cinta kepada pelajaran yang diampunya disebabkan karena menyukai gurunya.

Jika guru mencintai siswanya, dan siswa mencintai gurunya akan terjadi sebuah harmoni. Jika terdapat harmoni proses pembelajaran akan bisa berlangsung dengan lebih baik. Kedua pihak, pengajar dan yang diajar, akan saling memahami dan saling pengertian satu sama lain.

Hal lain yang perlu dipahami adalah cinta memerlukan aksi, realisasi, dan wujud nyata. Kita katakan "love is a verb". Ya, cinta yang dimaksud adalah sebuah kata kerja, bukan hanya sekedar perasaan (feeling).

Guru seharusnya bisa menginterpretasikan dan merealisasikan rasa cintanya dalam perbuatan, sikap, dan perilakunya terhadap siswa, dimanapun, di dalam atau di luar kelas.

Bayangkan saja bagaimana seorang yang sedang jatuh cinta memperhatikan dan memperlakukan seseorang yang dicintainya, begitu juga seorang guru seharusnya bersikap terhadap siswanya.

Aktivis pendidikan dan intelektual Muhammad Fetullah Gulen berkata dalam bukunya pearls of wisdom, "Jika kita tidak menanam benih cinta di hati anak muda, yang kita coba hidupkan kembali melalui sains, pengetahuan, dan budaya modern, mereka tidak akan pernah mencapai kesempurnaan moral." 

Ya, dengan menanamkan cinta, tujuan pendidikan yang komprehensif akan tercapai. Dengan cinta siswa akan belajar ilmu, pengetahuan, budaya, dan moral. Bukankah ini yang diamanahkan dari pendidikan? Bukankah hal ini tujuan utama pendidikan? Bukankah hal ini penting di dalam kehidupan?

Alhasil, mencintai profesi sebagai guru akan hadir sendirinya dengan bergulirnya waktu. Dengan syarat, kita menikmati setiap proses dan pengalaman yang kita lewati ketika menjalankan profesi ini. Ketika ini terjadi, baru kita akan merasakan kebahagian memiliki profesi sebagai guru.

[Baca Juga: Jadikan Hari Peringatan sebagai Surat Peringatan]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun