Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Parenting dan Childrening

6 November 2020   21:22 Diperbarui: 6 November 2020   21:26 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bercerita kepada anak. (Sahabat Keluarga Kemendikbud / Fuji Rachman via kompas.com)

"Biarkan saja saya bodoh, yang penting anak saya jangan dibodohin orang!", itu perkataan temanku yang mengutip nasihat orang tuanya ketika menutup acara bincang santai kami tadi malam (5/11/2020).

Ini acara bincang santai online kami yang ketiga. Sebelum pandemi, acara seperti ini biasanya dilakukan sambil bersantai, mengobrol sambil minum teh di rumah salah satu teman yang dipilih secara bergantian. 

Selama pandemi, acara dilakukan secara online. Malam ini, topik bahasan obrolan kami adalah tentang "Hak-hak orang tua". Ketika melihat topiknya, sekilas saya langsung memposisikan diri dan berpikir diri saya sebagai orang tua, karena biasanya itu yang kebanyakan diperbincangkan.

Wajar saja, seringnya memang kita melihat dan mendengar seminar tentang parenting. Seminar yang biasanya memandu kita bagaimana menjadi orang tua yang baik, bagaimana mendidik anak yang baik dan benar.

Namun, ketika saya perhatikan lebih jelas lagi topiknya, ternyata ada kata "hak" disitu. Tak pelak saya langsung tersadar bahwa sebenarnya topik yang ingin diangkat berbeda dari kesan sekilas saya tadi. 

Seharusnya saya memposisikan diri sebagai anak, bukan sebagai orang tua. Karena jika diambil Intinya, yang akan dibahas hari itu adalah bagaimana seharusnya anak memenuhi hak-hak orang tuanya.

Hak-hak Orangtua 

Ya, kata "Hak" penting untuk dipahami pada pembahasan topik ini. Dalam KBBI, kata "hak" memiliki banyak arti. Diantaranya "hak" berarti benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb). 

Dalam konteks "Hak-hak orang tua", rasanya lebih tepat jika kita artikan "hak" sebagai sesuatu yang dimiliki atau kepunyaan, kewenangan orang tua yang harus dipenuhi seorang anak. 

Dilihat dari sudut pandang agama, hak orang tua memiliki tempat yang penting. Salah satunya menghormati orang tua. Ulama Muhammad Fethullah Gulen pernah berkata, "Orang yang tidak menghormati orang tua bisa dikatakan tidak menghormati Sang Pencipta." Menghormati orang tua adalah salah satu bentuk berbakti kepada orang tua (birrul walidain).

Bicara tentang orang tua, tak lepas dari pentingnya memperhatikan orang tua yang telah lanjut usia (Lansia). Berkenaan dengan ini, saya teringat pada sebuah panti werdha (Panti Jompo) yang saya kunjungi beberapa tahun lalu bersama siswa.

Mengunjungi panti werdha membuat perasaan saya campur aduk, antara senang dan sedih. Senang bisa datang ikut menghibur dan mendengarkan cerita pengalaman para orang tua atau orang lansia yang tinggal disana.

Yang menarik, seolah tak peduli apapun keadaannya, para lansia begitu senang, semangat dan bangga sekali ketika menceritakan tentang kehidupan anak-anaknya kepada kami. Hal inilah yang membuat saya tersadar bagaimana besarnya rasa cinta orang tua kepada anaknya.

Selain senang, ada juga rasa sedihnya. Seperti halnya ketika terbersit dalam pikiran saya bagaimana mungkin seorang anak bisa dengan teganya menitipkan orang tuanya ke panti werdha, meskipun sebagiannya mungkin karena terpaksa. Bukankah sejatinya sudah menjadi kewajiban anak untuk menjaga orang tuanya yang sudah renta?

Bertambah kesedihan saya ketika melihat para lansia yang harus terbujur sakit di tempat tidur. Tak ada teman yang menemani, hanya teman lansia lain dan perawat yang mereka miliki. 

Para Lansia di Masa Pandemi

Para lansia memang rentan terkena penyakit. Jika tidak ada penyakit kronis, pikun (demensia) menjadi penyakit yang menjadi ancaman terbesar untuk mereka.

Semakin lanjut usianya, semakin besar kemungkinan terkena penyakit yang tidak ada obatnya ini. Bahayanya, demensia tidak ada hanya bisa mengganggu fungsi otak, ada kemungkinan juga bisa mengganggu fungsi tubuh yang lain, yang bisa lebih membahayakan.

Di masa pandemi sekarang ini, ada dampak positif dan negatif bagi para lansia. Bagi mereka yang tinggal di panti werdha mungkin akan lebih terasa dampak negatifnya. 

Pembatasan sosial yang dilakukan, membuat kunjungan ke panti werdha semakin sedikit. Para penghuni panti pun semakin kesepian. Hal ini bisa memiliki dampak bahaya bagi kesehatan mereka.

Bagi lansia yang tinggal di rumah, lebih beruntung. Karena anggota keluarga yang lain harus tinggal di rumah, para lansia merasa tidak kesepian. Ada teman mengobrol, bermain dan bersenda gurau.

Ada sebuah cerita yang mengatakan bahwa terapi penyembuhan yang dilakukan kepada seorang lansia yang memiliki penyakit kronis, perkembangannya sangat signifikan selama pandemi. 

Ternyata, sebabnya adalah selama pandemi, cucunya belajar daring yang membuatnya selalu ada dirumah. Sehingga, semakin sering nenek dan cucu berinteraksi. Hal ini membuat neneknya merasa semakin bahagia. 

Inilah kunci perkembangan terapi si nenek. Peran cucunya yang selalu bermain dan menghibur neneknya di rumah menjadi faktor penyebab perkembangan positif pada terapi si nenek.

Sebuah Refleksi

Melihat dari konsiderasi yang kita bahas ini, rasanya selain parenting, childrening juga terasa penting. Entah istilah childrening itu ada atau tidak, tepat atau tak tepat.

Inti yang saya maksud adalah, parenting bermakna ilmu untuk menjadi orang tua sehingga bisa mendidik anak dengan baik. Sedangkan childrening bermakna sebaliknya, ilmu menjadi anak yang baik sehingga bisa memberikan hak-hak orang tuanya. 

Alhasil, dari pembahasan ini kita bisa menyadari bahwa orang tua, apalagi yang sudah lansia, sebenarnya hanya membutuhkan teman cerita, curhat, hiburan dan sandaran yang kuat untuk mereka berlindung di masa akhir kehidupannya. 

Itulah sebagian hak-hak orang tua yang seharusnya bisa dipenuhi seorang anak. Itulah kebahagian yang tak ternilai baginya. Mudah-mudahan sekarang kita lebih memahami arti pentingnya parenting dan childrening dalam kehidupan keluarga kita. 

[Baca Juga: Efektivitas dan Efisiensi dalam Proses dan Hasil]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun