Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setiap Orang Punya Cerita yang Berbeda

29 Oktober 2020   09:30 Diperbarui: 29 Oktober 2020   09:44 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ayah dan anak(shutterstock via kompas.com)

Malam tadi saya menjemput tetangga yang juga seorang kawan dan istrinya yang baru saja melahirkan. Ini hal biasa memang, tapi bagi saya syarat akan makna.

Mengapa? Bagi saya setiap cerita bermakna, terkadang ada senang, ada sedih, ada suka ada duka. Yang penting adalah bagaimana kita menjalankan dan mengambil hikmahnya.

Sebuah Cerita

Bagi seorang perempuan pengalaman melahirkan adalah pengalaman berharga. Kata orang melahirkan adalah perjuangan antara hidup dan mati. Demi anak, sang Ibu rela melakukan apa saja, mengeluarkan segenap kekuatannya sampai batas kemampuannya.

Yang menarik adalah setiap perempuan yang pernah melahirkan akan memiliki cerita yang berbeda-beda. Dan setiap ceritanya menjadi tanda ketulusan, kasih sayang dan cinta seorang perempuan, yang telah menjadi Ibu, pada anaknya.

Sebagaimana halnya perempuan, laki-laki juga memiliki cerita berbeda, sebuah cerita perjuangan. Cerita bagaimana laki-laki mendapatkan pujaan hatinya menjadi cerita yang selalu menarik untuk diceritakan. Di dalamnya juga ada perjuangan dan cinta yang tak akan mudah dilupakan. Dan uniknya setiap laki-laki juga selalu memiliki cerita yang berbeda-beda.

Peristiwa kelahiran sang buah hati sejatinya juga menjadi peristiwa yang bukan hanya menegangkan bagi sang Ibu, tetapi juga sang Ayah. Meskipun menegangkan, ceritanya akan menjadi membanggakan.

Kehadiran sang buah hati ke dunia menjadi sebuah anugerah tak terhingga bagi kedua orang tuanya. Tangisan sang bayi menjadi suara merdu yang menenangkan hati. Beruntung bagi sang Ayah yang bisa menyaksikan sendiri momen bahagia ini.

Rekan saya ini juga memiliki ceritanya tersendiri. Kami menjemput mereka pulang malam ini, tetapi Tuhan belum mengijinkan bayinya untuk pulang bersama. Dokter menyarankan bayinya untuk dirawat dulu, menunggu kondisinya agar lebih stabil. 

Sulit bagi saya menggambarkan perasaan mereka. Momen kebahagiaan mereka harus bercampur dengan juga rasa kesedihan. Penuh pengharapan semoga tidak terjadi sesuatu yang serius pada bayi mereka. Tak banyak yang bisa mereka lakukan, hanya doa yang tulus yang bisa dipanjatkan.

Musibah Lahiriah dan Batiniah

Dalam perjalanan saya berpikir. Sebenarnya musibah ini adalah ujian. Barangsiapa yang lulus dari ujian ini maka Tuhan akan menaikkan derajatnya. Jika mereka bisa menerima musibah ini dengan sabar dan doa, Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik buat mereka. Itu mungkin yang terlintas di pikiran saya.

Sejatinya, musibah lahiriah yang dihadapi mereka itu kecil jika dibandingkan musibah batiniah yang mungkin dialami bagi sebagian orang tua. 

Apa musibah batiniah itu? Musibah batiniah adalah ketika orang tua belum bisa memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya.

Musibah lahiriah mungkin hanya akan terasa di dunia. Di akhirat bisa menjadi ladang amal orang tuanya. Sedangkan musibah batiniah bisa membahayakan keduanya. Maka sejatinya musibah batiniah lebih berat dibandingkan musibah lahiriah yang dialami.

Saya teringat perkataan Ustad Bediuzzaman Said Nursi ketika menafsirkan cerita Nabi Ayub as. Kita tahu, Nabi Ayub as diuji oleh Allah swt dengan musibah berupa penyakit pada sekujur tubuhnya.

Ustad berkata, "Seandainya kita balik, yang batiniah menjadi lahiriah, dan yang lahiriah menjadi batiniah, tentu kita akan tampak penuh dengan luka-luka yang sangat parah, dan aneka penyakit yang jauh lebih banyak lagi dari yang dimiliki oleh Nabi Ayub as."

Ya, cerita Nabi Ayub as mengajarkan kepada kita bahwa Allah swt menciptakan manusia terkadang dalam kondisi bersedih dan terkadang dalam kondisi gembira.

Ketika manusia diberikan kesehatan, keselamatan dan berbagai nikmat yang lain, itu mendorongnya untuk bersyukur. Ketika manusia diberikan musibah, penyakit dan kesedihan, itu mendorongnya untuk berlindung kepada Sang Pencipta.

Inilah yang dilakukan Nabi Ayub as kala itu. Nabi Ayub bermunajat menengadahkan tangan kepada Tuhan, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara para penyayang".

Seperti yang dikatakan Ustad Bediuzzaman Said Nursi seharusnya kita lebih banyak bermunajat dibandingkan Nabi Ayub as. 

Oleh karena itu, dengan munajat yang sama, lebih khusus kami berdoa, "Semoga semua musibah yang sedang atau mungkin akan kami alami, baik musibah lahiriah maupun batiniah menjadikan wasilah kami untuk menjadi insan yang selalu bersabar. Dan semoga itu semua menjadi wasilah bagi kami untuk terus mendekatkan diri kepadaNya."

Alhasil, anak adalah nikmat yang diberikan Tuhan kepada kita. Jika kita tak mampu memberikan pendidikan yang baik, mungkin saja nikmat berubah menjadi musibah.

Bagi kawan saya, hanya ini yang bisa saya katakan, "Musibah memang berat, sabar dan doa yang akan meringankannya. Dengan sabar dan doa cerita akan berakhir indah pada saatnya."

Teriring doa untuk kesembuhan bayi mungil itu dan semoga secepatnya bisa berkumpul dengan Ayah Ibunya melengkapi kebahagian yang sekarang belum sempurna. Amiin...

[Baca Juga: Bukan Libur Panjang, tetapi Libur dalam Keseharian]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun