Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setiap Orang Punya Cerita yang Berbeda

29 Oktober 2020   09:30 Diperbarui: 29 Oktober 2020   09:44 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ayah dan anak(shutterstock via kompas.com)

Sejatinya, musibah lahiriah yang dihadapi mereka itu kecil jika dibandingkan musibah batiniah yang mungkin dialami bagi sebagian orang tua. 

Apa musibah batiniah itu? Musibah batiniah adalah ketika orang tua belum bisa memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya.

Musibah lahiriah mungkin hanya akan terasa di dunia. Di akhirat bisa menjadi ladang amal orang tuanya. Sedangkan musibah batiniah bisa membahayakan keduanya. Maka sejatinya musibah batiniah lebih berat dibandingkan musibah lahiriah yang dialami.

Saya teringat perkataan Ustad Bediuzzaman Said Nursi ketika menafsirkan cerita Nabi Ayub as. Kita tahu, Nabi Ayub as diuji oleh Allah swt dengan musibah berupa penyakit pada sekujur tubuhnya.

Ustad berkata, "Seandainya kita balik, yang batiniah menjadi lahiriah, dan yang lahiriah menjadi batiniah, tentu kita akan tampak penuh dengan luka-luka yang sangat parah, dan aneka penyakit yang jauh lebih banyak lagi dari yang dimiliki oleh Nabi Ayub as."

Ya, cerita Nabi Ayub as mengajarkan kepada kita bahwa Allah swt menciptakan manusia terkadang dalam kondisi bersedih dan terkadang dalam kondisi gembira.

Ketika manusia diberikan kesehatan, keselamatan dan berbagai nikmat yang lain, itu mendorongnya untuk bersyukur. Ketika manusia diberikan musibah, penyakit dan kesedihan, itu mendorongnya untuk berlindung kepada Sang Pencipta.

Inilah yang dilakukan Nabi Ayub as kala itu. Nabi Ayub bermunajat menengadahkan tangan kepada Tuhan, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara para penyayang".

Seperti yang dikatakan Ustad Bediuzzaman Said Nursi seharusnya kita lebih banyak bermunajat dibandingkan Nabi Ayub as. 

Oleh karena itu, dengan munajat yang sama, lebih khusus kami berdoa, "Semoga semua musibah yang sedang atau mungkin akan kami alami, baik musibah lahiriah maupun batiniah menjadikan wasilah kami untuk menjadi insan yang selalu bersabar. Dan semoga itu semua menjadi wasilah bagi kami untuk terus mendekatkan diri kepadaNya."

Alhasil, anak adalah nikmat yang diberikan Tuhan kepada kita. Jika kita tak mampu memberikan pendidikan yang baik, mungkin saja nikmat berubah menjadi musibah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun