"Habis nangis ketawa, makan gula Jawa..." Itu kalimat yang saya ingat sering dipakai Ibu saya ketika bermain canda dengan anak-anak.
Kalimat itu sampai sekarang masih sering saya pakai juga untuk bermain dengan anak-anak saya. Kalimat yang menunjukkan dua keadaan/perasaan yang kontras terjadi secara hampir bersamaan, tangis dan tawa.
State of Excellence
Bagi anak-anak, tangis dan tawa hanyalah sebuah keadaan/perasaan sementara, kalau tidak bisa dibilang semu. Kehidupan bagi mereka hanya memiliki dua keadaan/perasaan. Senang ketika mendapatkan yang dia suka, sedih ketika mendapatkan yang tidak dia suka.Â
Anak-anak akan tertawa ketika senang, menangis ketika tidak senang. Keadaan/perasaan menangis dan tertawa bisa dengan sangat mudah dan cepat berubah. Senang dan sedih laksana dua mata koin, jika tidak senang, ya pasti sedih.Â
Lantas, bagaimana dengan orang dewasa? Apakah orang dewasa sama seperti itu?
Hal pertama yang perlu kita pahami adalah orang dewasa memiliki lebih banyak keadaan/perasaan. Bisa positif , bisa juga negatif. Bisa konstruktif, bisa juga destruktif.Â
Selain senang dan sedih, orang dewasa juga bisa berada dalam keadaan marah, galau, kecewa, cemas, bangga, penuh harap, cinta, sayang, dan masih banyak lagi. Orang dewasa bisa melukiskan perasaannya dengan sikap yang berbeda-beda.Â
Baca juga: Hubungan antara Otak dan Emosi Manusia
Di sisi lain, orang dewasa bisa menutupi atau memanipulasi perasaannya itu dengan sikapnya. Tertawa ketika dalam keadaan bersedih atau menangis ketika dalam keadaan bahagia.
Beragam keadaan/perasaan yang bisa timbul pada orang dewasa disebabkan karena orang dewasa lebih bisa menggunakan akalnya. Dengan menggunakan akal, mereka akan mencapai sebuah pemikiran. Pemikiran akan mempengaruhi perasaan.