Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memahami Paham dan Gagal Paham

10 Oktober 2020   09:12 Diperbarui: 11 Oktober 2020   05:59 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memahami Paham dan Gagal Paham (Dok Sinar Mas via kompas.com)

Permasalahan sudah timbul sejak UU ini masih menjadi Rancangan Undang-undang (RUU). Peliknya permasalahan UU Cipta Kerja ini sehingga melibatkan hampir semua elemen negara. Lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif, dan masyarakat terlibat pada perdebatan permasalahan ini. 

UU Cipta Kerja dibuat dan disahkan atas kerja sama lembaga eksekutif dan legislatif. Masyarakat menolaknya dan akan membawanya ke pengadilan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga yudikatif tata negara tertinggi. Menarik ditunggu apa keputusan MK kelak.

Sebenarnya akar permasalahan Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah masalah pemahaman. Perbedaan pemahaman terjadi karena adanya perbedaan penafsiran. Sebagian masyarakat menafsirkan Omnibus Law UUU Cipta Kerja berbeda dari apa yang ditafsirkan pemerintah dan DPR.

Kebanyakan orang awam yang tidak memahami substansi UU tersebut pastinya menjadi bingung. Siapa yang benar, siapa yang salah. Siapa yang paham, siapa yang gagal paham. 

Jika mau fair, sebab kegagalan pemahaman substansi Omnibus Law UU Cipta Kerja bisa dilihat dari dua hal. 

Pertama, kedua kubu yang berdebat mungkin harus benar-benar mengkaji lebih dalam kembali UU tersebut secara detail dengan pikiran yang lebih jernih. 

Kedua, pemerintah dan DPR yang berargumen bahwa tidak ada UU yang dibuat untuk menyengsarakan rakyatnya, mungkin seharusnya bisa lebih menyosialisasikan dengan baik lagi setiap UU yang akan disahkan.

Masyarakat pun harus benar-benar memperhatikan, jika ada yang kurang jelas, harus ditanyakan ke yang berwenang, bukan justru membuat penafsiran sendiri. Jangan sampai terjadi kegagalan pemahaman atau kesalahpahaman.

Pada kasus ini, sangat disayangkan perdebatan yang disebabkan perbedaan penafsiran ini justru berujung pada demonstrasi yang terjadi di mana-mana. 

Lebih disayangkan lagi, demonstrasi tidak berjalan damai. Ada saja orang-orang yang ingin mengail di air keruh. Berita hoaks dan provokasi disebarkan. Jika sudah seperti ini, kita semua yang menanggung kerugiannya.

Alhasil, permasalahan paham dan gagal paham seharusnya bisa diselesaikan dengan baik. Semua permasalahan harus ada yang menengahi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun