Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Prajurit, Purnawirawan, dan Jiwa Keprajuritan

5 Oktober 2020   19:32 Diperbarui: 5 Oktober 2020   19:59 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
HUT TNI(KRISTIANTO PURNOMO via kompas.com)

Setiap tanggal 5 Oktober diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia (HUT TNI).

Tahun ini TNI sudah memasuki usia ke-75. Dalam sejarah, TNI beberapa kali mengganti nama. Dari mulai Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI), sampai dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

ABRI agak berbeda dibanding yang lain. ABRI adalah gabungan antara tentara dan kepolisian. ABRI ada pada masa orde baru dan terkenal dengan dwi fungsinya. Di masa reformasi, ABRI dipecah. Tentara kembali menjadi TNI, kepolisian menjadi Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI).

Tentara/TNI dan polisi/Polri adalah dua ujung tombak keamanan dan pertahanan negara. Keduanya mempunyai fungsi dan tugas yang berbeda. TNI berfungsi lebih kepada menjaga kedaulatan negara, sedangkan Polri lebih kepada menjaga keamanan negara dan penegakan hukum.

Selain itu, perbedaan penting lainnya adalah TNI itu militer, sedangkan Polri bukan militer. Ada juga yang mengatakan bahwa Polri adalah sipil yang dipersenjatai atau bisa juga disebut dengan semi militer. Perbedaan ini menjadi penting. Khususnya untuk anggota Polri yang bisa ditugaskan di beberapa lembaga pemerintah non-kepolisian. Untuk TNI, harus keluar dari militer atau purna tugas dulu untuk bisa menduduki jabatan sipil.

Tantangan TNI di Era Globalisasi

Ditengah polarisasi dunia yang kian terasa, TNI memiliki peran yang krusial dalam menjaga kedaulatan negara. Walaupun keadaan dunia yang sedang sakit parah dengan adanya pandemi, eskalasi hubungan antar negara tidak berhenti, bahkan semakin memanas. Tak pelak hal ini seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah, khususnya TNI, untuk memperkuat pertahanan negara. Jangan sampai kita terlena dengan keadaan.

Ada beberapa eskalasi global yang perlu dibaca dengan baik oleh TNI. Bahkan patut dijadikan sebagai sebuah ancaman yang perlu diwaspadai. 

Pertama, eskalasi hubungan Amerika Serikat - China. Dua negara adidaya ekonomi ini memang berseteru yang menyebabkan terjadinya perang dagang diantara mereka. Di masa pandemi, perang dagang telah menjelma menjadi perang dingin. AS dan China saling menuding satu sama lain karena dipicu oleh perdebatan tentang virus corona. 

Ketegangan kedua negara, mau tak mau mempengaruhi keadaan ekonomi, sosial dan politik dunia. Arah perseteruan yang tak jelas, bisa saja memantik terjadinya konflik. Indonesia pasti akan terkena imbasnya. TNI harus siap dengan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi.

Kedua, eskalasi klasik regional Laut China Selatan. Manuver-manuver China di wilayah ini membuat geram negara-negara di sekitarnya. Aroma invasi ke negara-negara sempalannya seperti Taiwan dan Hong Kong semakin terasa. Jika kita tidak waspada, bukan tidak mungkin beberapa wilayah perairan kita yang dekat dengan Laut China Selatan akan diklaim oleh China.

Ketiga, eskalasi Azerbaijan-Armenia  yang baru-baru ini kembali memanas di wilayah Nagorno-Karabakh juga patut diwaspadai. Sebabnya, banyaknya pemain vital yang ikut campur di dalamnya. Turki dan Rusia yang menjadi aktornya. Yang ditakutkan adalah jika konflik ini meluas menjadi konflik agama, semakin keruh suasana. 

Keempat, eskalasi hubungan negara kita dengan sebuah negara kecil di Pasifik bernama Vanuatu. Pernyataan Vanuatu tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua pada Sidang Majelis Umum PBB baru-baru ini seolah menampar wajah Indonesia di dunia Internasional. Untungnya diplomat muda kita bisa membantahnya dengan sangat cerdas. Pernyataan ini membuat bangsa Indonesia perlu mewaspadai rongrongan para separatis yang dibackup oleh negara lain untuk memisahkan diri dari Indonesia.

Jiwa Keprajuritan Anggota TNI

Dari hal itu semua, rasanya profesionalisme TNI dan anggotanya sangat diperlukan. TNI dan anggotanya harus benar-benar mencerminkan jiwa keprajuritan yang mereka pelajari ketika masih di akademi militer.

Berkenaan dengan jiwa keprajuritan saya teringat sebuah buku berjudul Al-Kalimat karangan Ustad Bediuzzaman Said Nursi. Pada buku Al-Kalimat tersebut, Sang Ustad banyak menggunakan tamsil prajurit untuk menjelaskan permasalahan agama.

Mengapa Sang Ustad menggunakan tamsil prajurit? 

Pertama, manusia hidup di dunia ini harus mengikuti perintah Tuhan. Seorang prajurit pun sama, harus patuh dan taat kepada komandannya. Seorang prajurit yang baik tak akan pernah memberontak, apapun yang diperintahkan komandan akan dilaksanakan.

Kedua, kehidupan dunia hanya sementara, yang kekal kehidupan di akhirat kelak. Kehidupan sebagai anggota militer pun hanya sementara, kelak prajurit akan purna tugas, menjadi purnawirawan. Oleh karenanya, prajurit seharusnya menjadikan kehidupannya sebagai militer menjadi bekal untuk menatap kehidupan sipil yang lebih berwarna dan penuh dengan intrik.

Ya, tak bisa dipungkiri, pendidikan militer memang masih menjadi primadona dalam pembentukan karakter manusia. Biasanya, alumni sekolah militer memiliki mental yang kuat dan juga skill yang mumpuni di berbagai bidang. Belum lagi kekuatan fisik yang memang sudah terlatih.

Purnawirawan dan Politik

Dengan kapasitas, reputasi dan kemampuan yang dimiliki, tak heran banyak purnawirawan yang dilirik partai politik. Atau mungkin dirinya sendiri yang membentuk partai politik. Embel-embel purnawirawan menjadi daya jual yang tinggi nilainya di masyarakat.

Tentara dan politik memang tak bisa dipisahkan. Tentara menjadi bagian penting politik. Politik pun selalu mementingkan tentara. 

Banyak purnawirawan yang mendapat kedudukan penting di pemerintahan. Disisi lain, banyak juga purnawirawan yang menjadi oposisi. Akhirnya, terjadilah perang bintang. Yang sedang ramai dibicarakan adalah "perang opini" antara Jenderal (purn) Moeldoko dan Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo. Yang satu mewakili pemerintah, yang satu mewakili oposisi.

Ya, politik memang seperti itu. Kawan kadang menjadi musuh, musuh kadang menjadi kawan. Dalam politik, sama-sama purnawirawan pun bisa berbeda haluan, walaupun mereka mengenyam pendidikan yang sama dulunya. Dalam politik, semua menjadi serba tergantung. Tergantung kepentingan dan juga manfaat politis.

Walaupun seperti itu, kita sebagai warga negara yang optimis, menyambut baik peran aktif purnawirawan dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara. Apalagi jiwa nasionalisme keprajuritan mereka, tak perlu dipertanyakan lagi. Intinya, negara kita masih butuh dharma bakti mereka.

Alhasil, di HUT ke-75 ini, kita sebagai warga sipil selayaknya mendukung prajurit TNI melawan semua ancaman terhadap kedaulatan negara kita. Dengan apa? Tidak banyak yang bisa kita lakukan. Mungkin dengan ikut memperingati  HUT TNI inilah menjadi salah satu bentuk dukungan kita. 

Prajurit, purnawirawan dan warga sipil harus bersatu. Saatnya kita bersinergi untuk negeri kita tercinta.

[Baca juga: Trump Positif Covid-19, Akankah Dipolitisasi?]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun