Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Misunderstanding Game

17 September 2020   15:15 Diperbarui: 17 September 2020   15:27 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Anda pernah bermain Misunderstanding Game? Sebelum dijawab mungkin perlu diperjelas dulu apa itu Misunderstanding Game, karena permainan ini mungkin memiliki nama yang beragam.

Misunderstanding Game yang dimaksud disini adalah sebuah permainan yang dimainkan secara kelompok untuk menebak sebuah kalimat. 

Semua pemain berbaris seperti orang yang sedang mengantri dengan menghadap ke arah yang sama. Semakin banyak pemain, semakin seru.

Pemain pada baris terakhir diberikan sebuah kalimat. Tugasnya adalah menjelaskan kalimat tersebut kepada pemain di depannya dengan menggunakan bahasa tubuh, tanpa suara. Pemain kedua menjelaskan kepada pemain ketiga, terus berantai sampai kepada pemain terakhir.

Pemain terakhir akan mengatakan kalimat yang dia pahami. Pemenang akan dilihat dari kesesuain antara kalimat yang diberikan kepada pemain pertama dengan kalimat yang dikatakan pemain terakhir.

Pasti sebagian kita pernah memainkan permainan ini bukan? Apalagi yang sering mengikuti acara-acara latihan dasar organisasi. Permainan ini adalah salah satu permainan seru yang sering dimainkan. Tujuannya untuk melatih kerjasama tim.

Secara spesifik permainan ini bertujuan untuk melatih kemampuan komunikasi yang efektif di antara pemain. Kemampuan komunikasi yang mencakup mengekspresikan diri secara jelas dan menjadi pendengar yang baik. Selain itu permainan ini juga memiliki nilai moral dengan menghadirkan kedekatan antar pemainnya.

Pada permainan ini, biasanya pemain terakhir gagal menebak kalimat yang diberikan secara tepat. Karena biasanya terjadi misunderstanding di antara pemain. Disinilah letak serunya permainan ini.

Fenomena Misunderstanding

Dalam konteks masyarakat, fenomena misunderstanding/kesalahpahaman ini sering sekali terjadi. Kesalahpahaman rentan terjadi pada hal-hal yang viral dibicarakan masyarakat. Logikanya, berita viral adalah berita yang banyak dibicarakan orang. Berita berantai, sambung menyambung dari mulut ke mulut yang terkadang kita tidak tahu dari mana asalnya. 

Semakin banyak orang yang membicarakan, semakin bias berita, dan semakin rentan untuk disalahpahami. Sebabnya adalah setiap orang yang menerima sebuah berita belum tentu memahami dengan benar. 

Andai pun seseorang memahami benar, mungkin cara penyampaiannya kepada orang lain bisa saja rancu, menyebabkan orang lain salah memahami. Hal ini juga menjadi salah satu sebab terjadinya kesalahpahaman.

Berita yang disalahpahami akan menjadi berita hoaks. Di era digital, media sosial menjadi primadona. Di media sosial hoaks merajalela. Sebabnya adalah informasi di media sosial yang datang dengan derasnya, tanpa filter dan moderasi yang jelas. 

Oleh karena itu, hoaks harus kita perangi. Kita harus lebih berhati-hati dalam membagikan sebuah berita. Informasi yang salah dan disalahpahami bisa berdampak buruk di masyarakat. 

Memang jejak digital bisa kita hapus, tetapi apakah jejak di memori masyarakat bisa kita hapus? Tentu saja tidak. Oleh karena itu, perlu cek dan ricek yang teliti sebelum kita memposting sesuatu.

Si Kerbau dan Si Monyet

Bicara tentang hoaks, saya teringat cerita fabel "Si Kerbau dan Si Monyet" yang diceritakan seorang teman.

Alkisah, Si Kerbau dan Si Monyet sedang berbincang di pinggir sawah sambil beristirahat setelah kerja seharian.

Monyet bertanya, " Sedang apa kau Kerbau?"

Kerbau menjawab, " Aku lelah seharian bekerja." 

Lalu Monyet pergi dari pinggir sawah. Di jalan Monyet bertemu Ayam. Monyet berkata kepada Ayam, "Tadi aku bertemu Kerbau. Dia bilang kelelahan karena banyak kerja seharian."

Lalu Ayam pun bertemu Kuda dan berkata kepada Kuda, " Eh katanya Kerbau tidak mau banyak kerja, karena lelah." 

Lalu Kuda yang mendengar berita itu pergi bertemu Bebek dan berkata kepada Bebek, "Kerbau tidak lagi mau bekerja karena membuatnya lelah."

Dan akhirnya berita ini sampai ke telinga Pak Tani yang memahami bahwa Kerbau tidak suka bekerja dengan Pak Tani karena memberikannya  banyak pekerjaan hingga membuatnya lelah. Pak Tani pun memutuskan untuk menyembelih si Kerbau karena tak lagi berguna.

Cerita ini menggambarkan bagaimana hoaks bisa terbentuk. Inti berita yang disampaikan sebenarnya sama bahwa Kerbau lelah karena seharian bekerja. Tetapi semakin viral berita, semakin bias maknanya, semakin dilebih-lebihkan.

Ya, hoaks bisa terbentuk karena masyarakat terlalu banyak berbicara dan membicarakan sesuatu, sehingga membuat sesuatunya menjadi berlebihan. Oleh karenanya, untuk kebaikan dan kemaslahatan, agama mengajarkan kita untuk sedikit bicara/berkata, sedikit makan dan sedikit tidur.

Berkenaan dengan hal perkataan, Ustad Bediuzzaman Said Nursi berkata dalam buku Risalah Nur-nya, " Dalam setiap perkataan kita, haruslah mengandung kebenaran, tetapi tidak semua kebenaran harus kita katakan."

Orang yang berbadan gendut, tidak perlu kita bilang si gendut di muka umum. Benar memang dia gendut, tetapi tidak pantas dikatakan. Selain benar dan pantas, keperluan juga mesti diperhatikan. Belum tentu sesuatu yang benar dan pantas, perlu dikatakan.

 Alhasil, seperti halnya Misunderstanding Game, kita seharusnya bisa belajar dari kesalahpahaman yang terjadi dan kita harus bisa merubahnya menjadi sebuah kebaikan. Caranya, dengan lebih mengefektifkan komunikasi diantara kita.

Selain itu, Misunderstanding Game juga mengajarkan kepada kita bagaimana berkomunikasi yang baik, bagaimana menjaga perkataan, bagaimana memilih apa yang dibicarakan dan bagaimana menyampaikan sesuatu dengan baik. Tujuannya adalah meminimalisir kesalahpahaman di antara kita.

Mudah-mudahan artikel ini menjadi hal yang baik, pantas dan perlu dituliskan. Jangan sampai disalahpahami dan menjadi hoaks di masyarakat.

[Baca juga: Berpendapat Boleh, Asalkan...]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun