Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berpendapat Boleh, Asalkan...

16 September 2020   08:13 Diperbarui: 16 September 2020   08:29 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebebasan Berpendapat (KOMPAS.COM/ANDI HARTIK)

Kebebasan berbicara atau mengeluarkan pendapat adalah salah satu ciri demokrasi. Di dasar negara kita hal ini termaktub dalam sila ke-4 pancasila.

Dalam sila ke-4 ada kata-kata "Permusyawaratan Perwakilan". Inilah kata kunci demokrasi. Adanya musyawarah yang diwakilkan.

Di zaman seperti sekarang rasanya sulit untuk berbalik badan dari demokrasi. Demokrasi menjadi sistem sosio-politik terbaik yang ada di dunia saat ini. Bayangkan jika tidak ada demokrasi, yang ada adalah otoriterisme dan kepemimpinan diktator.

Ulama Muhammad Fethullah Gulen dalam salah satu ceramahnya pernah berkata, "Dimana kemerdekaan pemikiran dan jiwa berkuasa, dimana semua orang bisa hidup sesuai dengan kepercayaannya, bisa merepresentasikan nilai-nilai yang diimaninya, bisa menyampaikan pikiran dan pemikirannya dengan nyaman dalam atmosfer demokrasi yang ada dalam khayalan kita dan juga khayalan banyak orang lain."

Gulen secara lugas menyampaikan definisi demokrasi pada ceramahnya. Intinya adalah kemerdekaan. Kemerdekaan/Kebebasan berpikir, hidup, dan mengeluarkan pemikiran/pendapat.

Faktor Penting Dalam Berpendapat

Mengeluarkan pendapat sangat berhubungan erat dengan interaksi antar sesama. Karena berhubungan dengan orang lain, dalam mengeluarkan pendapat perlu memperhatikan beberapa rambu agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Pertama, pikirkan dahulu sebelum berpendapat. Coba perhatikan seorang psikolog, biasanya akan membuat pasiennya berbicara dulu sebelum dirinya berbicara. Jika ingin menjadi pembicara yang baik, awali dengan menjadi pendengar yang baik. Ketika mendengarkan akan ada waktu untuk berpikir.

Kedua, gunakan akal sehat sehingga akan menghasilkan pendapat yang baik dan berbobot. Dalam agama terdapat prinsip, "Bicaralah yang baik atau diam." Terkadang diam itu lebih berbobot daripada berpendapat yang tak ada isinya, bak tong kosong nyaring bunyinya.

Ketiga, perhatikan kepentingan umum. Semua kita rasanya sudah memahami prinsip, "Kepentingan umum diatas kepentingan pribadi/golongan." Ego manusia yang selalu mengatakan saya, saya, saya, harus  dirubah menjadi kita, kita, dan kita. Kita harus siap berkorban untuk kemaslahatan bersama. Toh kemaslahatan bersama akan membawa kemaslahatan pribadi juga.

Keempat, perhatikan sikap dalam berpendapat. Diantaranya, meminta izin sebelum bicara, menggunakan bahasa sopan dan santun, dimulai/diakhiri dengan salam, jaga intonasi dan jangan memotong pembicaraan orang lain. Ada istilah, "attitude is everything" dalam konteks berinteraksi. Dalam agama disebutkan "adab dulu baru ilmu." 

Kelima, jangan menyinggung isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA). Jangan salah memahami, menyinggung berbeda dengan membicarakan. Yang tidak boleh adalah menyinggung, bukan berbicara tentang SARA. Kalau harus bicara pun harus hati-hati, karena SARA adalah hal yang sensitif. Salah sedikit, bisa tersulut amarah.

Kelima prinsip tersebut penting untuk diperhatikan dalam berpendapat. Baik dalam forum formal maupun informal. Biasanya, forum yang paling sering dilakukan adalah forum musyawarah. 

Berpendapat Dalam Musyawarah

Musyawarah lingkungan yang paling kecil biasanya di lingkungan tingkat Rukun Tetangga (RT). Semakin luas lingkungan, semakin formal bentuk musyawarah. Di negara kita musyawarah yang tertinggi adalah forum musyawarah wakil rakyat di Musyawarah Perwakilan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

Lalu, dalam hal berpendapat di forum musyawarah, apa yang perlu diperhatikan? 

Setidaknya ada 3 hal yang perlu diperhatikan. 

Pertama, aktif memberikan masukan dan kritik membangun dalam forum musyawarah. Musyawarah artinya menggunakan akal bersama. Setiap orang pasti memiliki perspektif berbeda dalam memandang sesuatu. Prinsip ini yang harus dikedepankan. Semakin banyak akal yang digunakan, semakin sehat keputusan yang akan dicapai. 

Kedua, peserta musyawarah harus memahami bahwa semua pendapat tidak mungkin terakomodir dalam keputusan. Perbedaan pendapat adalah sebuah keniscayaan. Mau tak mau, siap tak siap, akan ada pendapat-pendapat yang akhirnya tidak bisa disetujui forum. 

Yang terbaik adalah kalau bisa dicarikan jalan tengah. Tetapi mencari jalan tengah tidak semudah membalikkan telapak tangan, banyak lika-likunya. Terkadang memerlukan perdebatan dan durasi waktu yang panjang. Jika sudah seperti ini jalan pintas yang diambil, mencari suara terbanyak.

Ketiga, keputusan musyawarah yang disepakati harus bisa dijalankan oleh semua peserta tanpa kecuali. Keputusan musyawarah bukan lagi keputusan si A atau si B, tetapi sudah menjadi keputusan bersama. Tak boleh ada lagi perdebatan setelah keputusan diambil, apalagi pembicaraan di belakang yang bisa menyebabkan fitnah.

Peserta yang pendapatnya tidak terakomodir dalam keputusan seharusnya bisa legowo menerima hasil keputusan. Ini terkadang sulit, tetapi harus dilakukan. Jika tidak, apalah artinya musyawarah. 

Di era digital sekarang, mengeluarkan pendapat atau komentar sudah menjadi hal yang biasa. Apapun bisa dikomentari. Bahkan komentar bisa diminta. Semakin banyak komentar, semakin viral. Inilah yang disebut era serba berlebihan. Hanya kuantitas yang diutamakan bukan kualitas.

Postingan, tanda suka/like dan komentar adalah sebuah ekspresi kebebasan berpendapat, kebebasan berdemokrasi. Kita harus lebih berhati-hati karena hal itu semua tak memiliki ruh. Beda halnya dengan ketika kita berpendapat secara langsung. Ekspresi emosional dan perasaan bisa terlihat/terasakan.Komentar di media sosial tanpa ruh, sulit diinterpretasikan.

Alhasil, kebebasan berpendapat adalah pilar penting berdemokrasi. Berpendapat boleh, asalkan perhatikan prinsip-prinsipnya. Berpendapat boleh asalkan jangan asal-asalan. Berpendapat boleh asalkan harus berhati-hati. 

Kebebasan berpendapat bukan berarti bebas sebebas-bebasnya tanpa memperhatikan prinsip, nilai dan aturan yang ada didalamnya. Kita beruntung punya pancasila sebagai landasan negara kita. Jadikan pancasila sebagai landasan moral karena sejatinya benih asal kebebasan pendapat berasal darinya. 

[Baca juga: Krisis Pengungsi, Burung Cerek Kernyut Pasifik, dan Kemanusiaan]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun