Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berpendapat Boleh, Asalkan...

16 September 2020   08:13 Diperbarui: 16 September 2020   08:29 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebebasan Berpendapat (KOMPAS.COM/ANDI HARTIK)

Kelima, jangan menyinggung isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA). Jangan salah memahami, menyinggung berbeda dengan membicarakan. Yang tidak boleh adalah menyinggung, bukan berbicara tentang SARA. Kalau harus bicara pun harus hati-hati, karena SARA adalah hal yang sensitif. Salah sedikit, bisa tersulut amarah.

Kelima prinsip tersebut penting untuk diperhatikan dalam berpendapat. Baik dalam forum formal maupun informal. Biasanya, forum yang paling sering dilakukan adalah forum musyawarah. 

Berpendapat Dalam Musyawarah

Musyawarah lingkungan yang paling kecil biasanya di lingkungan tingkat Rukun Tetangga (RT). Semakin luas lingkungan, semakin formal bentuk musyawarah. Di negara kita musyawarah yang tertinggi adalah forum musyawarah wakil rakyat di Musyawarah Perwakilan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

Lalu, dalam hal berpendapat di forum musyawarah, apa yang perlu diperhatikan? 

Setidaknya ada 3 hal yang perlu diperhatikan. 

Pertama, aktif memberikan masukan dan kritik membangun dalam forum musyawarah. Musyawarah artinya menggunakan akal bersama. Setiap orang pasti memiliki perspektif berbeda dalam memandang sesuatu. Prinsip ini yang harus dikedepankan. Semakin banyak akal yang digunakan, semakin sehat keputusan yang akan dicapai. 

Kedua, peserta musyawarah harus memahami bahwa semua pendapat tidak mungkin terakomodir dalam keputusan. Perbedaan pendapat adalah sebuah keniscayaan. Mau tak mau, siap tak siap, akan ada pendapat-pendapat yang akhirnya tidak bisa disetujui forum. 

Yang terbaik adalah kalau bisa dicarikan jalan tengah. Tetapi mencari jalan tengah tidak semudah membalikkan telapak tangan, banyak lika-likunya. Terkadang memerlukan perdebatan dan durasi waktu yang panjang. Jika sudah seperti ini jalan pintas yang diambil, mencari suara terbanyak.

Ketiga, keputusan musyawarah yang disepakati harus bisa dijalankan oleh semua peserta tanpa kecuali. Keputusan musyawarah bukan lagi keputusan si A atau si B, tetapi sudah menjadi keputusan bersama. Tak boleh ada lagi perdebatan setelah keputusan diambil, apalagi pembicaraan di belakang yang bisa menyebabkan fitnah.

Peserta yang pendapatnya tidak terakomodir dalam keputusan seharusnya bisa legowo menerima hasil keputusan. Ini terkadang sulit, tetapi harus dilakukan. Jika tidak, apalah artinya musyawarah. 

Di era digital sekarang, mengeluarkan pendapat atau komentar sudah menjadi hal yang biasa. Apapun bisa dikomentari. Bahkan komentar bisa diminta. Semakin banyak komentar, semakin viral. Inilah yang disebut era serba berlebihan. Hanya kuantitas yang diutamakan bukan kualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun