Pertama, sepertinya ini adalah event lomba membaca buku pertama yang dilakukan secara nasional dan diikuti ribuan peserta. Ini menjadi sebuah prestasi sendiri bagi panitia yang sudah berhasil mempromosikan lomba ke seluruh Indonesia bahkan sampai ke luar negeri.
Kedua, tema spiritualitas yang diangkat sangat menarik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Spiritualitas memang menjadi salah satu tema utama yang diusung penerbitan majalah mata air selain tema sains dan budaya.
Tak bisa dipungkiri, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang masih sangat konservatif dan religius. Memang, tema agama menjadi isu yang selalu menarik perhatian. Kita patut mengapresiasi panitia yang berhasil membuka mata masyarakat bagaimana seharusnya memaknai agama.Â
Ketiga, momen yang dipilih sangat tepat. Lomba ini diadakan dalam rangka memperingati Maulid Nabi s.a.w. Peluncuran lombanya pun berdekatan dengan peringatan Hari Aksara Internasional. Yang lebih pas lagi, acara utamanya nanti akan bertepatan dengan Bulan Bahasa, yang biasa diperingati di Bulan Oktober. Lengkap sudah momen-momen penting yang mengiringi lomba ini.
Keempat, konsep yang disuguhkan sangat menarik. Selain membaca akan ada kegiatan menarik yang akan dilaksanakan.
Webinar, quiz, ujian, dan sudah pastinya acara utama seremoni pengumuman pemenang yang sekaligus merupakan acara puncak peringatan Maulid Nabi s.a.w. Satu hal lagi, hadiah yang ditawarkan juga sangat besar nilainya.
Sebuah Refleksi
Lalu, apa kiranya hikmah event ini? Pemimpin redaksi Mata Air Ibu Astri Katrini Alafta mengatakan bahwa sesungguhnya generasi muda Indonesia adalah musim semi bagi negara ini.
Mungkin bagi kita yang di Indonesia, tidak bisa memahami makna terdalam dari musim semi yang dimaksud karena mungkin sebagian kita belum pernah merasakannya.
Tapi yang bisa kita pahami adalah musim semi itu adalah musim yang indah dimana pohon-pohon mulai hidup kembali dan bunga-bunga mulai bermekaran kembali setelah berada pada masa dorman di musim dingin.
Sejatinya, kita sekarang di masa dorman dimana pandemi menjadi musim dingin untuk kita semua. Kita tak bisa kemana-mana, ruang gerak kita menjadi terbatas. Kita jadi jarang bergerak. Membaca inilah yang akan bisa menjadi terapi jarang gerak bagi jiwa kita.
Di masa pandemi, penyakit jarang gerak bukan hanya bahaya untuk fisik kita, tetapi bahaya juga bagi kejiwaan kita. Bahkan efek kejiwaan bisa lebih berbahaya. Dengan membaca diharapkan bisa mengaktifkan kembali pikiran dan nalar kita, menghindarkan kita dari gangguan fisik dan kejiwaan yang sangat rentan terjadi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!