Baru-baru ini terjadi demonstrasi anti corona yang dilakukan para simpatisan sayap kanan ekstrim di Jerman. Ini menunjukkan masyarakat Jerman sudah sangat frustasi dengan restriksi yang dilakukan pemerintahnya.[1]
Kalau mau saya tafsirkan, sebenarnya masyarakat Jerman berpikir bahwa pemerintahnya sudah sangat overthinking berkenaan dengan corona ini. Mungkin ini juga salah satu interpretasi kefrustasian mereka.
Mereka percaya akan adanya virus corona, tetapi mereka tidak percaya bahwa situasi saat ini adalah pandemi. Mereka turun ke jalan untuk membela kebebasan fundamental mereka yang direnggut selama adanya lockdown pandemi.
Melawan Overthinking dengan Critical Thinking
Belajar dari peristiwa yang terjadi di Jerman, kita sadar banyak masyarakat yang belum memahami apa itu perbedaan antara overthinking dengan critical thinking.
Menurut filsuf pendidikan John Dewey, critical thinking (dinamakan olehnya reflective thinking) adalah berpikir dengan pertimbangan yang aktif, persisten, dan cermat atas keyakinan atau bentuk pengetahuan apa pun yang dianggap sebagai dasar yang mendukungnya, dan kesimpulan lebih lanjut yang cenderung dituju.Â
[Baca juga: Critical Thinking, untuk Guru atau Siswa?]
Jika dalam penelitian, berpikir kritis adalah menganalisis fakta-fakta yang ada untuk sampai kepada sebuah keputusan. Intinya kita dituntut berpikir secara lebih hati-hati dan konstruktif dengan mengarah kepada sebuah tujuan (careful goal-directed thinking). [2]
Dalam konteks pandemi ini, critical thinking sangat diperlukan dalam mendasari pemikiran kita. Tujuan kita adalah untuk tidak tertular corona.Â
Dengan critical thinking kita bisa meminimalisir overthinking yang mungkin timbul dengan cara membuat interpretasi yang berbeda akan situasi yang ada.Â
Cara inilah yang dimaksud restrukturisasi kognitif (cognitive restructuring) yang disebutkan Thomas Oppong dalam artikelnya yang berjudul Psychologist explain how to stop overthinking everything. [3]
Bagaimana kita memahami restrukturisasi kognitif dalam critical thinking? Saya akan menjelaskannya dengan sebuah contoh. Bayangkan di masa pandemi ini, ada seorang teman yang mengajak anda jalan-jalan ke suatu tempat yang sepi dari orang untuk sekadar untuk refreshing diri menghilangkan jenuh di masa pandemi.