Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rocky Lupa Grammar Mengkritik

6 September 2020   14:42 Diperbarui: 6 September 2020   14:41 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rocky Gerung Filsuf Nyentrik (KOMPAS.com/ JIMMY RAMADHAN AZHARI via KOMPAS.com, Gambar sudah diolah)

Kemarin, tak sengaja saya mengklik rekaman video youtube salah satu segmen pada acara Indonesia Lawyer Club (ILC) yang mengambil tema "Kejaksaan Agung Terbakar". Sudah lama sekali saya tidak mengikuti acara ini. 

Kalau tidak salah ingat, terakhir saya menonton acara ini ketika masih terjadi gongjang-ganjing pilpres yang bahkan membuat acara ini vakum beberapa waktu.

Yang membuat saya tertarik adalah kehadiran kembali filsuf nyentrik Rocky Gerung di acara tersebut. Rasanya sudah lama sekali saya tidak melihat kehadirannya di acara ini.

Rocky Lupa Grammar

Pernyataan-pernyataan Rocky memang terkadang tidak penting, tetapi selalu menarik untuk diulas. Ada dua poin dari pernyataan Rocky malam itu, yang ingin saya coba soroti, terlepas penting tidaknya apa yang dikatakannya.

Poin pertama, pengakuan setengah bercanda yang ia katakan bahwa ia lupa grammar berbicara di ILC, karena saking lamanya tidak diundang.

Istilah lupa grammar yang diungkapkan Rocky bisa kita tilik dari aspek keilmuan sosiologi yang berhubungan dengan konsep interaksi sosial. Dari aspek ini istilah ini memiliki nilai esensi yang penting, walaupun sebenarnya Rocky mengatakannya bukan untuk maksud menjelaskan esensi ini.

Esensinya adalah mengajarkan bagaimana kita seharusnya berbicara. Konteks, situasi dan kondisi sangat menentukan grammar apa yang harus kita gunakan. 

Selain itu, dengan siapa kita berbicara juga sangat menentukan bagaimana seharusnya kita berbicara atau mengungkapkan sesuatu. Ini adalah salah satu kunci penting komunikasi dalam berinteraksi sosial.

Sebagai contoh, jika ada yang mengajak saya jalan-jalan ke pantai dikala pandemi masih tak terkendali, saya akan menjawab "tidak" pastinya. Tetapi bagaimana saya mengungkapkan penolakan saya, akan sangat bergantung siapa yang mengajaknya. Bahasa penolakan kepada ajakan anak dirumah pasti berbeda dengan bahasa penolakan kepada rekan kerja.

Selain itu istilah lupa grammar yang digunakan Rocky juga mengingatkan kepada kita bahwa kita mungkin sekarang lupa bagaimana cara berinteraksi sosial yang baik.

Lamanya waktu pembatasan sosial yang sudah kita jalani, membuat kita semakin melupakan nilai-nilai penting dalam berinteraksi.

Satu contoh, bersalaman misalnya. Ketika di awal-awal pandemi, kita masih kagok ketika tidak bersalaman atau menggunakan cara bersalaman yang berbeda ketika bertemu dengan seseorang.

Sekarang, setelah 6 bulan di rumah, tanpa ada kegiatan sosial berskala besar, rasanya kita sudah terbiasa untuk tidak bersalaman diantara kita. 

Walaupun terkadang ketika kita pikirkan rasanya ada yang kurang ketika bertemu orang tidak bersalaman. Perasaan itu sedikit-sedikit mulai tergerus saat ini.

Rocky Mengkritik

Poin kedua yang ingin saya soroti adalah berkenaan dengan kritik keras yang dilakukan Rocky malam itu. Tak pelak memang ada istilah "No Rocky, No Party", karena Rocky memang terkadang membuat acara ini kontroversial dengan kritik-kritiknya.

Kritik kerasnya kepada pemerintah memang selalu membuat merah kuping aparat pemerintah yang hadir bersama-sama dengannya dalam satu acara.

Di acara ILC malam itu, Rocky mengeluarkan kritiknya dengan mengatakan, " Yang terbakar bukan Kejagung, tapi pasar gelap keadilan." 

[Baca juga: Sisi Fiksi dan Nyata Kebakaran Kejagung]

Dengan penggunaan bahasa yang terkadang sulit dimengerti Rocky intinya mengkritik pemerintah yang menurutnya sudah kehilangan kepercayaan publik dengan adanya peristiwa ini.

Kritik memang sangat identik sekali dengan Rocky. Tapi apakah sebenarnya kedudukan kritik itu sendiri dalam interaksi sosial?

Seorang motivator terkenal asal Amerika Serikat Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence People menempatkan prinsip pertama teknik dasar dalam menangani seseorang adalah jangan mengkritik, menghujat dan mengeluhkan seseorang.

Dale menjelaskan argumennya ini dengan beberapa contoh. Salah satu contohnya adalah dengan menceritakan pengalaman dari seorang koordinator keamanan pekerja konstruksi atau di negara kita biasa disebut mandor.

Suatu hari mandor melihat anak buahnya bekerja dengan tidak mengenakan helm pengaman. Mandor tersebut menegur dengan nada mengkritik anak buahnya. Apa yang terjadi? Sikap anak buahnya tidak berubah. Mereka hanya memakai helm ketika diawasi mandor saja. Jika mandor pergi, dilepas helmnya.

Mandor menyadari akan hal ini. Lalu dia merubah cara pendekatannya kepada anak buahnya. Dia mendatangi anak buahnya dengan ramah, menanyakan apakah ada masalah penggunaan helm tersebut, apakah tidak nyaman dipakai atau terasa berat di kepala?

Setelah mendengarkan apa yang disampaikan anak buahnya baru lah mandor menjelaskan pentingnya memakai helm pengaman. 

Setelah mandor melakukan ini, terlihat ada perubahan pada sikap anak buahnya. Mereka lebih memperhatikan penggunaan helm pengaman dari pada sebelumnya.

Itulah yang dimaksud Dale. Daripada mengkritik, menghujat atau mengeluhkan, cobalah lebih memahami. Kedepankan simpati, toleransi dan kebaikan daripada kritik.

Entah, apakah prinsip ini bisa digunakan untuk memahami kritik Rocky atau tidak? Bukan ranah saya untuk menjawab. Seperti kata Presiden ILC Bang Karni "kami hanya mendiskusikan, anda sekalian yang menyimpulkan." 

Alhasil, dalam berinteraksi sosial memang kita harus pintar-pintar membaca keadaan dan sering-sering untuk mawas diri. 

Seperti halnya penulis buku yang harus bisa sesering mungkin merevisi isi bukunya dan juga pembaca buku yang harus sering mengingat kembali apa yang dibacanya. Itulah dinamika kehidupan sosial kita.

[Baca juga: 24 Koin Emas]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun