Lamanya waktu pembatasan sosial yang sudah kita jalani, membuat kita semakin melupakan nilai-nilai penting dalam berinteraksi.
Satu contoh, bersalaman misalnya. Ketika di awal-awal pandemi, kita masih kagok ketika tidak bersalaman atau menggunakan cara bersalaman yang berbeda ketika bertemu dengan seseorang.
Sekarang, setelah 6 bulan di rumah, tanpa ada kegiatan sosial berskala besar, rasanya kita sudah terbiasa untuk tidak bersalaman diantara kita.Â
Walaupun terkadang ketika kita pikirkan rasanya ada yang kurang ketika bertemu orang tidak bersalaman. Perasaan itu sedikit-sedikit mulai tergerus saat ini.
Rocky Mengkritik
Poin kedua yang ingin saya soroti adalah berkenaan dengan kritik keras yang dilakukan Rocky malam itu. Tak pelak memang ada istilah "No Rocky, No Party", karena Rocky memang terkadang membuat acara ini kontroversial dengan kritik-kritiknya.
Kritik kerasnya kepada pemerintah memang selalu membuat merah kuping aparat pemerintah yang hadir bersama-sama dengannya dalam satu acara.
Di acara ILC malam itu, Rocky mengeluarkan kritiknya dengan mengatakan, " Yang terbakar bukan Kejagung, tapi pasar gelap keadilan."Â
[Baca juga: Sisi Fiksi dan Nyata Kebakaran Kejagung]
Dengan penggunaan bahasa yang terkadang sulit dimengerti Rocky intinya mengkritik pemerintah yang menurutnya sudah kehilangan kepercayaan publik dengan adanya peristiwa ini.
Kritik memang sangat identik sekali dengan Rocky. Tapi apakah sebenarnya kedudukan kritik itu sendiri dalam interaksi sosial?
Seorang motivator terkenal asal Amerika Serikat Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence People menempatkan prinsip pertama teknik dasar dalam menangani seseorang adalah jangan mengkritik, menghujat dan mengeluhkan seseorang.