Dale menjelaskan argumennya ini dengan beberapa contoh. Salah satu contohnya adalah dengan menceritakan pengalaman dari seorang koordinator keamanan pekerja konstruksi atau di negara kita biasa disebut mandor.
Suatu hari mandor melihat anak buahnya bekerja dengan tidak mengenakan helm pengaman. Mandor tersebut menegur dengan nada mengkritik anak buahnya. Apa yang terjadi? Sikap anak buahnya tidak berubah. Mereka hanya memakai helm ketika diawasi mandor saja. Jika mandor pergi, dilepas helmnya.
Mandor menyadari akan hal ini. Lalu dia merubah cara pendekatannya kepada anak buahnya. Dia mendatangi anak buahnya dengan ramah, menanyakan apakah ada masalah penggunaan helm tersebut, apakah tidak nyaman dipakai atau terasa berat di kepala?
Setelah mendengarkan apa yang disampaikan anak buahnya baru lah mandor menjelaskan pentingnya memakai helm pengaman.Â
Setelah mandor melakukan ini, terlihat ada perubahan pada sikap anak buahnya. Mereka lebih memperhatikan penggunaan helm pengaman dari pada sebelumnya.
Itulah yang dimaksud Dale. Daripada mengkritik, menghujat atau mengeluhkan, cobalah lebih memahami. Kedepankan simpati, toleransi dan kebaikan daripada kritik.
Entah, apakah prinsip ini bisa digunakan untuk memahami kritik Rocky atau tidak? Bukan ranah saya untuk menjawab. Seperti kata Presiden ILC Bang Karni "kami hanya mendiskusikan, anda sekalian yang menyimpulkan."Â
Alhasil, dalam berinteraksi sosial memang kita harus pintar-pintar membaca keadaan dan sering-sering untuk mawas diri.Â
Seperti halnya penulis buku yang harus bisa sesering mungkin merevisi isi bukunya dan juga pembaca buku yang harus sering mengingat kembali apa yang dibacanya. Itulah dinamika kehidupan sosial kita.
[Baca juga: 24 Koin Emas]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H