Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pidato Kenegaraan ala New Normal dan Kerancuannya

16 Agustus 2020   08:57 Diperbarui: 16 Agustus 2020   08:50 2051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi (ISTANA PRESIDEN/AGUS SUPARTO) via kompas.com

Sejatinya istilah new normal ini sudah lama dikenal di dunia. Biasanya istilah ini digunakan untuk menghadapi krisis ekonomi yang terjadi di suatu negara.

New normal apa yang bisa dilakukan suatu negara sehingga bisa keluar dari krisis ekonomi. Sangat ekonomis dan materialistis memang. Inilah yang menyebabkan istilah new normal menuai kritik.

Sebenarnya yang diinginkan adalah new normal ala pandemi. Yakni new normal yang menginginkan masyarakat untuk memperhatikan protokol kesehatan.

Sejujurnya, pandemi dan ekonomi memang tidak bisa dipisahkan. Diskursus new normal mencuat karena permasalahan ekonomi. Pandemi berkepanjangan membuat resesi tidak bisa terelakkan, cepat atau lambat.

Coba perhatikan isi pidato kenegaraan Presiden Jokowi. Presiden di awal menyinggung masalah pandemi yang dihubungkan dengan ekonomi. Panjang lebar beliau menjelaskan hal ini.

Kerancuan Reformasi Fundamental

Dalam pidatonya, Presiden juga menyinggung tentang reformasi fundamental. "Reformasi fundamental harus dilakukan", itu kata Pak Jokowi. Reformasi fundamental dalam cara bekerja dan di sektor kesehatan.

Istilah reformasi fundamental juga memiliki kerancuan. Kata reformasi terasa kontradiktif dengan kata adaptasi yang digunakan pada istilah adaptasi kebiasaan baru. 

Reformasi memerlukan perubahan drastis, sedangkan adaptasi memerlukan proses, yang sudah pastinya diperlukan waktu dan kesabaran.

Selain itu diksi bajak yang digunakan berulang-ulang juga intinya memerlukan proses bukan? Bukankah membajak hanyalah tahap proses pengolahan tanah? Setelah itu masih ada tahap proses penanaman, perawatan dan baru bisa dipanen.

Ya, bajak momentum krisis untuk lompatan kemajuan hanyalah satu tahap saja. Masih panjang proses yang harus dilewati. Semua itu tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun