Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Lie Detector dan Urgensi Kejujuran Siswa Belajar dari Rumah

17 Juli 2020   21:26 Diperbarui: 19 Juli 2020   08:09 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lie detector. (Sumber: shutterstock via nasional.kompas.com

Tak terasa minggu pertama kegiatan Belajar Dari Rumah (BDR) di sekolah kami sudah selesai dilaksanakan. Sebagai guru, kami sudah terbiasa dengan BDR yang sudah kami mulai sejak pertengahan semester kedua tahun lalu. Persiapan yang matang di masa liburan pun membuat kami lebih percaya diri melaksanakan BDR.

Sekolah kami biasanya rutin melakukan kegiatan motivasi kepada siswa-siswanya. 

Di masa BDR ini, kegiatan motivasi tidak bisa kita lakukan seintens masa sebelum pandemi. Di tengah keterbatasan, kami berkomitmen untuk terus istiqomah melakukan kegiatan itu walaupun hanya melalui ruang virtual.

Lie Detector

Di minggu pertama ini saya menjelaskan tentang lie detector. Lie detector adalah seperangkat alat yang menggunakan sistem poligraf. Alat ini berfungsi mendeteksi seseorang yang berkata bohong. Alat ini biasanya digunakan untuk mengetes karyawan yang mendaftar masuk ke sebuah perusahaan maupun untuk keperluan penyelidikan kepolisian.

Kita sering melihat alat ini di film layar lebar. Biasanya alat ini terdiri dari beberapa rangkaian kabel yang disambungkan ke alat penjepit atau pengikat. Biasanya alat ini disambungkan ke organ tubuh seperti organ pernapasan, organ peredaran darah dan pada kulit manusia. Tujuannya adalah untuk merekam aktivitas organ-organ tersebut dan merubahnya menjadi data poligraf yang bisa dibaca dan dianalisis.

Biasanya ada 3 bagian yang diamati,  pernafasan, tekanan darah dan keringat. Reaksi psikologis akan muncul ketika kita mengatakan sesuatu dan reaksinya akan berbeda ketika kita berkata bohong. Perbedaan itulah yang akan dideteksi oleh detektor. Sehingga data poligraf akan menggambarkan sesuatu yang berbeda sehingga mudah untuk dikenali.

Walaupun tingkat akurasinya bisa dibilang tinggi, tetapi alat ini masih menuai kontroversi di kalangan psikolog. Mereka mengatakan masih adanya permasalahan ilmiah yang sangat signifikan pada alat ini. 

Sebabnya adalah karena standar kebohongan tidak bisa diukur dengan alat fisik, karena kebohongan adalah sebuah proses kejiwaan. 

Selain itu manusia juga bisa memanipulasi dirinya sehingga bisa membohongi alat itu. Seseorang bisa melatih dan mengatur emosinya sehingga bisa membuat alat tidak mampu mendeteksi perubahan kerja organ tubuhnya ketika berkata bohong.

Urgensi Kejujuran Dalam Pendidikan

Mengapa saya menjelaskan alat ini? Apa urgensinya? Sebenarnya penjelasan alat ini hanya saya gunakan sebagai penarik perhatian siswa agar bisa fokus akan topik yang saya akan jelaskan. 

Sebenarnya topik yang saya ingin jelaskan adalah tentang kejujuran. Adanya alat lie detector menunjukkan bahwa kejujuran belum bisa kita dapatkan pada semua orang. Saya merasa di era BDR ini siswa perlu diingatkan mengenai hal ini lagi.

Saya mengangkat topik ini karena terinspirasi dari gambar meme status WA salah seorang teman beberapa hari yang lalu, tepatnya di hari pertama BDR. Di gambar tersebut dibandingkan cara bolos siswa dahulu dan di masa pandemi sekarang. 

Dahulu, digambarkan siswa bolos dengan memanjat tembok. Sedangkan di era BDR, bolos berarti tidak menyalakan kamera dan tidak membuka mikrofon ketika ditanya. Tanpa kamera kita tidak tahu siswa melakukan apa ketika masuk ke kelas virtual.

Oleh karena itu dalam menjalankan pendidikan di era pandemi ini nilai-nilai kejujuran menjadi sesuatu yang penting. Lebih penting dari biasanya. Selain penting kejujuran juga menjadi nilai yang utama.

Kejujuran di sini janganlah diartikan hanya jujur dalam perkataan, tetapi kejujuran yang lebih mendalam lagi yang mencakupi dimensi lain manusia. 

Saya teringat perkataan ulama Muhammad Fethullah Gulen yang mengatakan bahwa kejujuran adalah kebenaran, benar dalam perkataan, perbuatan dan pemikiran. 

Pendapat tersebut selaras dengan makna kata siddiq dalam bahasa Arab yang berarti benar atau jujur. Jadi, makna kata jujur jangan dipersempit hanya dengan artian jujur dalam perkataan.

Ya, dengan siswa tidak membuka kameranya bisa diartikan dia sedang melakukan ketidakjujuran. Dalam artian tidak jujur dalam bertindak. 

Inilah yang sebenarnya menjadi inti dari penyampaian motivasi perdana saya pada siswa di minggu pertama BDR. 

Saya merasa ini penting disampaikan di awal karena permasalahan ini pasti akan selalu kita jumpai di era pembelajaran BDR. Apalagi bagi siswa yang kontrol dirinya masih kurang. Guru mempunyai keterbatasan ruang dalam mengawasi. 

Orangtua pun terbentur dengan pekerjaan sehingga tidak bisa mengawasi secara penuh anaknya ketika belajar. Intinya di masa BDR siswa diharapkan bisa mengontrol dirinya sendiri tanpa perlu banyak diawasi

Alhasil, kita sadar bahwa kejujuran bukan hanya penting di era pandemi saja. Kejujuran adalah nilai yang seharusnya selalu ada pada diri manusia kapanpun dan di masa apapun. 

Sayangnya masih banyak dari kita yang belum sepenuhnya menyadari akan hal ini. Itulah mengapa lie detector masih dipakai orang sampai sekarang. Apakah sekolah juga perlu lie detector? Pertanyaan ini bukan untuk dijawab, tetapi untuk kita buktikan bahwa kita tidak memerlukannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun