Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Keteladanan dan Siswa Teladan dalam Pendidikan di Era Pandemi

4 Juli 2020   11:03 Diperbarui: 4 Juli 2020   10:59 1205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: edukasi.kompas.com

"Kekuatan kata akan kalah dengan kekuatan keteladanan". Saya rasa semua kita percaya dengan ungkapan ini. Perkataan akan didengar, keteladanan akan ditiru. Perkataan akan dipahami, keteladanan akan menginspirasi. Perkataan akan terlupakan, keteladanan diingat sepanjang masa.

Keteladanan sangat penting, terutama dalam dunia pendidikan. Seperti kata pesan dari  Bapak Pendidikan Nasional kita, Ki Hajar Dewantara, "In ngarso sung tulodho", di depan memberi teladan.

Apa yang dimaksud di depan? Jangan salah artikan bahwa pesan ini hanya untuk para guru. Pesan ini adalah pesan untuk semua stakeholder pendidikan. 

Sejatinya, semua orang bisa menjadi teladan di depan. Kepala sekolah, guru, staf, orang tua, bahkan siswa pun bisa menjadi teladan. 

Keteladanan Dalam Pendidikan di Era Pandemi

Di era pandemi ini, keteladanan menjadi terasa sangat penting dalam pendidikan. Di saat pengontrolan tidak bisa dimaksimalkan, maka auto self control perlu ada. Auto self control adalah buah dari keteladanan.

Sebagai contoh, ketika kita memberikan pelajaran secara online, kita tak pernah tahu apakah siswa benar-benar mengikuti pelajaran di rumah dengan baik. Mungkin sebagian dari mereka belajar sambil makan, mendengarkan musik atau melakukan hal yang tidak penting lainnya. Kedisiplinan menjadi sesuatu yang sulit untuk dikontrol.

Begitu juga ketika kita melakukan penilaian. Walaupun banyak tools yang bisa kita gunakan dengan berbagai fitur kecanggihan teknologinya, tetap saja semua tidak bisa mengukur kejujuran siswa. Apalagi justru kecanggihan teknologi itu juga yang terkadang digunakan untuk melakukan ketidakjujuran.

Kedisiplinan dan kejujuran bukan sesuatu yang cukup diajari dengan perkataan. Keteladanan menjadi kuncinya. 

Di era pandemi ini, keteladanan lah yang mungkin bisa dibawa siswa ke rumahnya masing-masing. Keteladan lah yang tidak bisa dilumpuhkan oleh pandemi. Jika siswa sudah menjadi siswa teladan, maka dimanapun siswa berada, siswa akan bisa mengontrol diri dan sikapnya secara mandiri, tanpa harus diawasi. 

Urgensi Mencetak Siswa Teladan

Lalu apa sebenarnya urgensi mencetak siswa teladan? Ketika kita bicara keteladanan, mungkin kita terlalu berfokus hanya kepada orang-orang yang ada di garda terdepan. Mungkin tak terpikirkan oleh kita bahwa sebenarnya kita juga bisa mendorong seseorang di belakang untuk maju ke depan, memberikan keteladanan bagi yang lain.

Dalam konteks pendidikan, Siswa yang seharusnya kita kedepankan. 

Kita memahami betul bahwa tujuan hakiki pendidikan adalah pembelajaran siswa. Siswa yang menjadi objek pendidikan. Bukan nilai, prestasi apalagi kebanggaan. 

Pendidikan berhasil jika siswa bisa mengambil pelajaran dari pendidikan yang diberikan. 

Oleh karena itu, siswa harus dibimbing menjadi siswa teladan. Pertama menjadi teladan buat dirinya sendiri, lalu kemudian menjadi teladan buat teman-temannya dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Jika siswa mampu menjadi siswa teladan, maka pekerjaan pendidik akan menjadi sangat mudah.

Alternatif Langkah Dalam Mencetak Siswa Teladan

 Hal pertama dan utama yang perlu diperhatikan dalam mencetak siswa teladan adalah peran mentor pastinya. Siapapun dia orangnya, guru, staf maupun orang tua, harus menyadari urgensi dari mencetak siswa teladan. Kesadaran akan pentingnya menunjukkan jalan kebaikan kepada siswa dengan keteladanan.

Setelah itu seorang mentor harus mampu menggunakan segenap kemampuannya untuk mewujudkan tujuannya membentuk siswa teladan. 

Ibarat pelukis yang menggunakan berbagai macam alat untuk membuat goresan indah di atas kanvas putih dengan tujuan membuat sebuah lukisan yang indah dipandang mata.

Sumber: serupa.id 
Sumber: serupa.id 

 Seorang mentor juga harus mampu memetakan potensi siswa. Dengan cara apa? Sudah tentunya dengan berbagai macam program dan pendekatan. Program dan pendekatan yang memperhatikan aspek kognitif, psikomotorik dan afektif siswa. Mentor harus menyadari bahwa setiap siswa memiliki potensi yang berbeda-beda.

Untuk keberhasilan program dan pendekatan yang dilakukan diperlukan konsistensi, persistensi dan kreativitas. 

Konsisten dalam melakukan kegiatan, persisten dalam menghadapi segala permasalahan. Dan untuk menghindari kebosanan, mentor juga dituntut untuk bisa kreatif dalam melakukannya. 

Setelah mentor mampu memetakan potensi siswa, langkah selanjutnya adalah menggali potensi siswa itu. Sebagian siswa bagus di akademis, sebagian lagi mungkin di olahraga, seni ataupun kepemimpinan. 

Mentor harus memahami bahwa semua siswa berpotensi menjadi siswa teladan. Sudah pastinya dengan cara yang berbeda-beda. 

"Setiap siswa belajar tidak pada hari yang sama atau cara yang sama", ini kata bijak yang perlu kita renungi bersama.

Menggali potensi siswa untuk dijadikan siswa teladan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Memerlukan pengorbanan tenaga, waktu dan pikiran. Karena siswa bukanlah robot yang bisa menuruti semua perintah yang diberikan. Setiap siswa memerlukan cara dan penanganan yang berbeda-beda. 

Inilah seni dari mendidik. Kita tak pernah tahu kapan dan  bagaimana siswa mampu memahami arti dari keteladanan. Oleh karena itu semua cara harus kita tempuh untuk bisa mewujudkannya. 

Mewujudkan siswa yang memiliki kesadaran penuh akan keteladanan dan juga siswa yang mampu menjadi teladan bagi orang-orang di sekitarnya.

Di era pandemi ini, semakin banyak challenge yang akan dihadapi. Jika kita tidak siap, maka kita akan merasakan kelelahan dan kebingungan untuk melakukan itu semua. Pandemi tidak boleh dijadikan alasan untuk kita tidak melakukan ini semua.

Justru pandemi harus kita jadikan sebagai motivasi. Mengapa? Seperti yang dikatakan di atas,kita paham bahwa buah keteladanan inilah yang akan kita nikmati, bahkan pada kondisi yang lebih buruk lagi yang mungkin akan kita hadapi kedepannya.

Alhasil, siswa teladan muncul dari keteladanan. Tanpa keteladanan sulit rasanya menjadikan siswa menjadi siswa teladan. Harapan kita adalah bisa mencetak setiap siswa menjadi siswa teladan dengan caranya masing-masing. Banyak cara yang bisa dilakukan, yang penting adalah kemauan dan kesadaran dalam diri kita untuk mulai memikirkannya. 

4 Juli 2020

Reflection Notes: Ambil hikmahnya

Mahir Martin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun