Padahal sejatinya, emisi asap yang dikeluarkan dari BBM beroktan rendah sangat membahayakan manusia. Asap hidrokarbon yang dikeluarkan bisa menyebabkan kanker paru-paru dan berbagai gangguan pernafasan lainnya.Â
Emisi karbon dioksida sudah sangat jelas efeknya. Belum lagi efek emisi gas-gas berbahaya dan beracun lainnya.
Bagi perusahaan pemerintah yang menangani masalah ini, sebenarnya penghapusan BBM beroktan rendah bisa mengurangi biaya produksi dan distribusi BBM. Semakin sedikit jenis BBM, maka biaya produksi akan bisa semakin ditekan. Pada akhirnya harga BBM jenis yang lain pun akan bisa diturunkan.
Selain itu dampak BBM beroktan rendah bagi kendaraan juga sangat signifikan. Performa pembakaran bahan bakar di dalam mesin yang tidak sempurna membuat mesin kendaraan mengalami knocking (mengelitik). Belum lagi sparepart mesin yang akan cepat rusak dan pemborosan BBM yang digunakan.
Satu-satunya alasan belum terealisasinya penghapusan BBM beroktan rendah adalah reaksi penolakan masyarakat. Tidak bisa dipungkiri, masyarakat lebih memilih BBM beroktan rendah karena harganya lebih murah. Mindset di masyarakat adalah jika masih ada yang murah, mengapa harus beli yang mahal.
Pemerintah harus fokus merubah mindset masyarakat ini. Masyarakat harus diberikan pemahaman akan pentingnya kualitas. Penggunaan BBM berstandar Euro 4 yang memiliki kandungan RON diatas 91 menjadi sebuah keharusan, demi kualitas lingkungan yang lebih baik.Â
Kualitas lingkungan yang lebih baik akan membawa kualitas kehidupan yang lebih baik. Kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat, jika kualitas kehidupannya baik.Â
Hal Ini akan menjawab penolakan masyarakat akan penghapusan BBM beroktan rendah. Bukankah kebanyakan masyarakat menolaknya karena alasan ekonomi?Â
Bukankah tujuan ekonomi adalah kesejahteraan masyarakat? Bila dilihat dari sisi ini, penghapusan BBM beroktan rendah akan menjadi kebijakan ekonomi yang benar-benar tepat, dalam rangka mencapai tujuan akhir ekonomi itu sendiri.
Sekarang yang dibutuhkan adalah keberanian pemerintah untuk mengambil keputusan. Saat ini, pemerintah berani mengambil keputusan kenormalan baru di masa pandemi dengan mengacu pada prioritas kesehatan.Â