Hari sabtu besok, tanggal 20 Juni 2020, saya diundang oleh Yayasan Solidaritas Bina Insan Kamil (YASBIL) untuk mengisi webinar dengan tema "Manis Pahitnya Menjadi Guru".Â
Webinar ini adalah salah satu rangkaian program beasiswa keguruan yang diadakan YASBIL. Undangan yang pas untuk mengisi hari di masa libur mengajar. Menyiapkan materi sambil menyeruput secangkir kopi.
Bicara tentang manis pahitnya menjadi guru pasti tidak akan bisa lepas dengan pembahasan bersyukur. Ibarat secangkir kopi yang mengajarkan kita bahwa sesuatu itu bukan hanya tentang manis, pahit pun masih bisa kita nikmati.Â
Sudah pastinya setiap profesi memiliki rintangan yang terkadang terasa pahit, tetapi itu akan terasa nikmat jika kita mampu mensyukurinya.
Dari kecil, tidak pernah terbesit di pikiranku untuk menjadi guru. Inginnya sih menjadi businessman atau jadi insinyur. Hampir saja itu terealisasi, karena pada awalnya saya lulus di fakultas teknik.
Tapi nasib berkata lain. Lingkungan mengajarkanku untuk bisa lebih bermanfaat untuk orang lain. Lingkungan mengajarkanku untuk membangun generasi yang lebih baik. Lingkungan mengajarkanku untuk mendedikasikan diri kepada pendidikan. Maka, jadilah aku seorang guru. Sebuah anugerah yang sangat kusyukuri.
Mengapa kusyukuri? Ada banyak alasan. Pertama, menjadi guru adalah sebuah tugas suci.Â
Seperti dikatakan ulama, Muhammad Fethullah Gulen bahwa mendidik dan mengajar adalah kegiatan "suci" dan para pendidik dan guru adalah "orang suci".Â
Karena pendidikan melingkupi nilai-nilai moral dan spiritualitas. Menjadi guru bisa menjadi ladang amal yang besar buat kita.
Kedua, bersyukur bisa berbagi ilmu. Tidak banyak orang yang mempunyai kesempatan ini. Banyak orang berilmu, tetapi tidak mampu berbagi kepada yang lain. Banyak orang berilmu, tetapi tidak memiliki waktu yang banyak untuk berbagi ilmunya.Â