Mohon tunggu...
Mahfudz Tejani
Mahfudz Tejani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bapak 2 anak yang terdampar di Kuala Lumpur

Seorang yang Nasionalis, Saat ini sedang mencari tujuan hidup di Kuli Batu Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur. Pernah bermimpi hidup dalam sebuah negara ybernama Nusantara. Dan juga sering meluahkan rasa di : www.mahfudztejani.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

De-Soekarnonisasi, Melihat Dampak G30S/PKI dari Sudut Lain

30 September 2021   07:44 Diperbarui: 30 September 2021   07:55 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara tentang G30S/PKI, tentunya kita mafhum, dimana Partai Komunis Indonesia melakukan pemberontakan kedua kalinya pasca Indonesia merdeka. Pemberontakan pertama dilakukan di Madiun pada 1948, dan yang terakhir di Jakarta pada 1965.

Dalam pemberontakan berdarah pada 30 September 1965 itu, juga mengorbankan Dewan Jenderal. Tentang beberapa Jenderal tinggi dari Angkatan Darat, yang diisukan oleh PKI akan mengkudeta Presiden Soekarno.

Akibat dari itu, PKI ditumpaskan secara masif oleh negara. Dan dampaknya kepemerintahan Soekarno (Orde Lama) terjungkal, digantikan oleh Soeharto  (Orde Baru) enam bulan kemudian. Peralihan tersebut ditandai dengan adanya amanat, yang bernama Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret).

Di awal Orde Baru, Soeharto banyak melakukan terobosan-terobosan untuk memudahkan dan memuluskan roda pemerintahannya. Salah satunya Beliau membuat suatu kebijakan yang bernama De-Soekarnonisasi.

Suatu kebijakan, dimana Orba ingin menggerus pengaruh dan simpati Soekarno dalam masyarakat. Kemudian memperkecil peranan dan kehadiran Soekarno dalam sejarah, dalam ingatan bangsa, serta menghilangkan pengkultusan dirinya.

Soeharto faham sebagai pemimpin baru kala itu, Soekarno merupakan tembok besar dalam memenangi pengaruh dan hati rakyat Indonesia. Maka dari itu, tembok besar itu harus diruntuhkan pelan-pelan. Kemudian karakter dan perannya dihilangkan secara bertahap (pembunuhan karakter).

Untuk meraih kekuasaan selain politis, sejarah perjalanan dan peran Soekarno dikecilkan. Sejarawan pro Orba menulis sejarah baru yang mengurangkan peran Soekarno dalam pra dan pasca kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal yang berbau Soekarno ditiadakan dan diganti. Contohnya di Irian Jaya (Papua sekarang), kota Soekarno Pura diganti menjadi Jayapura. Dan puncak Soekarno di Jayawijaya, diganti menjadi Puncak Jaya.

Stadion kebanggaan kita, yang pada awalnya bernama Gelanggang Olahraga Bung Karno (Gelora Bung Karno), ditukar menjadi Istana Olahraga Senayan Jakarta (Istora Senayan Jakarta).

Berkenaan dengan Stadion GBK ini, ianya dibangun pada tahun 1960, untuk kegunaan Asian Games keempat 1962 Jakarta. Pada tahun itu juga GBK diresmikan.

Pembangunan Stadion ini mendapatkan bantuan teknisi dan dana bantuan dari Uni Soviet. Konon, model dan konsep stadion GBK mirip dengan keberadaan  stadion terbesar di Uni Soviet kala itu. Yaitu Stadion Luzhniki di Moskow.

Ada tiga hasil arsitektur Soekarno yang menjadi mercusuar dan berdiri kokoh sampai sekarang. Yaitu Stadion GBK, Tugu Monas, dan Mesjid Istiqlal.

Akhirnya pada era kepemerintahan Gus Dur, Istora Senayan Jakarta dikembalikan kepada Gelora Bung Karno. Sesuai dengan Keppres No.7 Tahun 2001.

De-Soekarnonisasi itu melekat hingga Soekarno wafat 21 Juni 1970. Beliau meninggal masih dalam keadaan status tahanan rumah. Sungguh ironi, orang yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, pulang dalam keadaan tidak merdeka.

Intinya, adanya pemberontakan G30S/PKI kasus paling berdarah dan banyak memakan korban jiwa, pasca Indonesia merdeka. Dan iapun menjadi awal berakhirnya legitimasi kepemerintahan Soekarno, beralih kepada tatanan baru bernama Orde Baru.

Peralihan tatanan itu ditandai dengan penyerahan amanat Surat Perintah Sebelas Maret pada 1966, dari Soekarno kepada Soeharto. Walaupun keberadaan  tentang surat perintah itu masih misteri, dan terus menjadi sumber perdebatan hingga hari ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun