Datangnya Rabi'ul Awal bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, disambut dalam suasana penuh warna-warni. Ada beberapa sisi emosi berkecamuk: gembira, marah, dan penuh introspeksi diri.
Gembira karena masih diberikan kesempatan berselawat setiap waktu. Masih diberikan keluangan memuji Baginda secara berjamaah, dalam lantunan syair indah tentang perjalanan hidup-Nya.
Perasaan marah juga datang, tatkala penghinaan terhadap Baginda datang dari Perancis, negara yang katanya bertamadun. Namun rupanya, lebih rendah pola fikirnya dari negara-negara yang pernah dijajahnya.
Negara imperialis tetap berjiwa imperialis, jiwa-jiwa penjajah tetap tersemat dalam kepala pemimpinnya. Menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan politik dan kekuasaan. Â Kemudian berselindung dibalik demokrasi dan kebebasan berekspresi.
Namun kita kena ingat, dihina bagaimanapun tidak akan mengurangi kemuliaan Rasulullah. Malah akan menambah kecintaan kami kepada Baginda. Perilaku dan akhlaq Baginda tidak akan tercalar, walau senoktah pun.
Dalam Maulidurrasul saat ini, nstrospeksi diri hadir dengan sendirinya. Bagaimana tidak, hadirnya makhluk kecil bernama Covid-19 ini, mampu menggoyahkan sendi-sendi kehidupan di dunia ini.
Kehidupan sosial terbatasi dan ekonomi sangat rentan, sehingga mempengaruhi stabilitas perpolitikan banyak negara saat ini. Sungguh kami sangat kerdil di hadapan Tuhan Semesta Alam. Dikirimkan makhluk kecilnya untuk berinteraksi, kita sudah gelagapan. Keterbatasan diri membuktikan kita sebagai makhluk yang diciptakan Oleh-Nya.
***
Memperingati Maulid Nabi itu berbeda di setiap daerah, negeri, atau belahan dunia lainnya. Itu semua tergantung dengan tradisi dan kultur masing-masing tempat. Membuktikan, mencintai Rasulullah tidak mengenal latar belakang ras, etnis dan bangsa.
Di Malaysia, perayaan Maulidurrasul dilaksanakan acara ceramah agama, Mahalul  Qiyam, dan perarakan ke jalan sambil membaca Selawat Nabi. Namun dosebabkan dalam masa pandemi covid-19, aktivitas tersebut dibatasi sesuai prosedur kesehatan.
Sedangkan bagi WNI di Malaysia, peringatan  Maulidurrasul dilakukan secara kecil-kecilan juga. Undangan dibatasi dan interaksi sosial juga dibatasi, sesuai dengan prosedur kesehatan yang diarahkan Pemerintah Malaysia.
Bagi perantau Madura, selain membaca Selawat bersama-sama, ada aneka buah-buahan yang dihias sedemikian rupa. Setelah acara selesai, aneka hidangan tadi akan diagihkan bersama-sama kepada yang hadir.
Konon, karena latar belakang orang Madura adalah petani. Dulu mereka membawa hasil terbaik taninya di bawa ke langgar/mesjid pada saat Maulidurradul. Tua dan muda  dengan penuh gembira, datang beramai-ramai membaca Selawat dan Syair Sirah Nabawiyah yang dibawakan dengan aneka lagu.
Itu semua dilakukan, sebagai bentuk rasa syukur dan kecintaanya pada Nabi Muhammad SAW. Tradisi itu terus berlanjut sampai sekarang dan dibawa juga  hingga ke petantauan.
Salam Maulidurrasul dari seberang
Allahumma sholli 'ala Sayyidina Muhammad.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H