Mohon tunggu...
Mahfudz Tejani
Mahfudz Tejani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bapak 2 anak yang terdampar di Kuala Lumpur

Seorang yang Nasionalis, Saat ini sedang mencari tujuan hidup di Kuli Batu Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur. Pernah bermimpi hidup dalam sebuah negara ybernama Nusantara. Dan juga sering meluahkan rasa di : www.mahfudztejani.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Terserah, Suka-suka Kalian Saja

18 Mei 2020   15:26 Diperbarui: 21 Mei 2020   12:50 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pandemi wabah Covid-19 mengajarkan kita makna kesabaran, konsistensi, dan muhasabah diri. Di satu sisi, wabah ini mengajarkan keingkaran, kepanikan, ke-plin-plan-an, dan kesalahfahaman.

Kita harus akui, Indonesia pada awalnya cukup menganggap remeh adanya wabah Covid-19 ini. Karena beranggapan belum ada kasus berarti di lapangan. Sehingga persiapan dan perancangan untuk menghadapi wabah ini terlambat, dan terkesan kalang kabut.

Ditambah lagi sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, tentang wabah ini kurang maksimal. Sehingga timbul banyak kesalahfahaman di lapangan. Apalagi ditambah media sosial dan narasi politisasi tentang wabah ini rancu. Sehingga hanya menambah kepanikan saja di dalam masyarakat sendiri.

Saya respek kepada para tim medis dan aparatur keamanan di garda terdepan. Hampir tiga bulan, mereka bertungkus lumus dan berjuang agar wabah ini, dibatasi penyebaran dan penularannya.

Saya salut kepada semua orang yang patuh dan memberikan kerjasama. Agar menjaga jarak pergerakan (social distancing) dengan tetap tinggal di rumah, dan bekerja dari rumah.

Ketika terpaksa keluar untuk kepentingan yang sangat mendesak, mereka dengan kesadaran diri memakai masker. Dan membawa hand sanitizer kemana saja, agar setiap kali bersentuhan segera membasuhnya  dengan cairan beralkohol tersebut.

Namun semua itu tidak bertahan lama. Keingkaran terhadap Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), terus menjadi-jadi kebelakangan ini. Entah di ibukota, maupun di pelosok desa

Mungkin kita masih memaklumi, bagi sebagian orang yang keluar rumah, untuk tujuan mencari rezeki. Khususnya bagi pekerja harian yang penghasilannya, berdasarkan kerja per hari. Namun prosedur diri tetap harus dilaksanakan, seperti memakai masker atau sering mencuci tangan dengan hand sanitizer, setiap melakukan dan bersentuhan dengan sesuatu.

Kadang kita seringkali berfikir, ketika menjaga jarak (social distancing) didengungkan oleh pemerintah. Masih banyak sebagian kita, acuh tak acuh dalam melaksanakannya. Miris sekali, apabila melihat kejadian di sebuah restoran, di Sarinah tempo hari. Banyak orang berdesak-desakan, hanya sekedar ingin merasakan sensasi terakhir restoran tersebut.

Ironi sekali, ketika banyak tempat peribadatan ditutup sementara waktu. Mengapa pasar-pasar dibiarkan beroperasi tanpa mengindahkan prosedur pencegahan yang yang dibenarkan. Dan mengapa juga mall-mall tetap beroperasi, sehingga mengundang perdebatan di dalam masyarakat.

Saya sepakat, saat pemerintah mengkampanyekan "Jangan Mudik" dalam perayaan ini. Pelaksanaannya langsung diterapkan, dengan menutup beberapa ruas jalan utama dan pintu-pintu tol di beberapa kota. Dan beberapa terminal bis dan stasiun kereta api, peraturannya ditambah dan diperketat operasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun