Mohon tunggu...
Mahfudz Tejani
Mahfudz Tejani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bapak 2 anak yang terdampar di Kuala Lumpur

Seorang yang Nasionalis, Saat ini sedang mencari tujuan hidup di Kuli Batu Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur. Pernah bermimpi hidup dalam sebuah negara ybernama Nusantara. Dan juga sering meluahkan rasa di : www.mahfudztejani.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketika Paspor Hilang, antara Saya dan Eks Kombatan ISIS

8 Februari 2020   07:08 Diperbarui: 8 Februari 2020   07:14 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dua tahun yang lalu, pihak manajemen perusahan dimana saya bekerja di Malaysia, mempunyai agenda rapat di Mojokerto, Jawa Timur. Agenda yang berlangsung selama dua hari tersebut, diakhiri dengan jalan-jalan ke area wisata di sekitar Trowulan Mojokerto.

Mulai dari areal situs Candi Tikus, Petilasan Kerajaan Majapahit, hingga situs religi makam Syekh Jumadil Kubro di Troloyo. Setelah itu, kami bersama rombongan bergegas menuju ke Bandara Juanda, untuk kembali pulang menuju Kuala Lumpur.

Namun sesampai di Bandara Juanda, saat mengecek tiket dan paspor, ternyata keduanya sudah tidak ada. Akhirnya saya ditinggalkan rombongan, dan saya memutuskan kembali lagi ke Mojokerto. Untuk mencari paspor di beberapa situs yang kami kunjungi.

Setelah mencari dan dibantu petugas di beberapa situs yang kami kunjungi, hasilnya mengecewakan. Paspor dan tiket yang saya selipkan di dalamnya tidak diketemukan, padahal didalamnya tertempel visa kerja dan saya harus kembali secepatnya ke Malaysia.

Malam itu juga, dengan dibantu pihak travel, saya membuat laporan polisi di Polsek Trowulan, untuk kegunaan sebagai laporan kehilangan sebelum ke imigrasi. Namun ketika sampai di kantor Polsek Trowulan, pihaknya tidak bisa memberikan surat keterangan, dengan alasan ini berkaitan dokumen negara.

"Mohon maaf Bapak, kami tidak bisa memberikan surat keterangan kehilangan, karena ini berkaitan dokumen negara. Sebaiknya Bapak segera ke Polres Mojokerto, dan kami akan memberikan rekomendasi ke sana.", kata petugas Polsek Trowulan.

Sekitar jam 09.00 malam, saya sampai di Polres kota. Tidak memakan waktu lama, setelah ditanyakan (interogasi) sebab kehilangannya, akhirnya pihak Polres mengeluarkan surat keterangan kehilangan dokumen negara.

Kemudian saya meminta jasa baik pihak travel, untuk mengantarkan saya ke terminal Purbaya Surabaya. Karena saya ingin pulang dulu ke Madura, sambil mengurus penggantian paspor baru di imigrasi Pamekasan.

Keesokannya saya langsung ke imigrasi Pamekasan, untuk melaporkan tentang kehilangan paspor. Rupanya prosesnya ribet dan birokratis sekali, banyak persyaratan data diri yang harus dipenuhi. Karena saya sedang bekerja di luar negeri, saya disuruh juga melaporkan ke instansi terkait.

Setelah semua persyaratan dipenuhi, baru pihak imigrasi mulai memprosesnya. Namun proses yang paling menyita fikiran saya adalah saat di-interview oleh pihak imigrasi. Prosesnya mirip-mirip interogasi ala-ala polisi.

Dimana dan bagaimana hilangnya? Apakah Anda tahu resikonya Paspor hilang? Bagaimana kalau dokumen Anda disalahgunakan orang atau pihak tetorisme?

Belum lagi menunggu proses verifikasi dari pusat, yang memerlukan waktu lama untuk mengesahkannya. Saya sadar ini adalah prosedural yang harus dilakukan, terkait kehilangan dokumen negara.

Lantas saya berfikir, bagaimana dengan 600 orang WNI, mantan kombatan ISIS yang ingin pulang ke Indonesia? Sedangkan mereka dengan sengaja telah merobek paspornya, bahkan ada juga dengan sadar telah membakar paspornya.

Secara logikanya, apabila seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar telah memusnahkan paspor, sebagai dokumen negara satu-satunya yang dimilikinya. Maka bisa jadi, mereka ingin melepaskan kewarganegaraaan yang melekat pada dirinya.

Kedua, mereka telah memutuskan meninggalkan negara yang tertera dalam paspornya, dan ingin menetap di daerah atau tempat merobek/membakar paspor tersebut. Kasarnya, sudah tidak ada niat kembali ke negara asalnya.

Andaikata pemerintah memfasilitasi kepulangannya nanti, kemudian memuluskan perjalanannya tanpa tindakan dan sanksi apapun. Apakah itu sebagai suatu keadilan kepada kami, sebagai warganegara Indonesia yang sama?

Sedangkan kami saja, yang menghilangkan dokumen negara tanpa unsur kesengajaaan. Harus melewati birokarasi berlapis dan menjalani prosedural yang panjang. Meluangkan waktu yang tidak sedikit, materi, dan emosi yang tertekan selama menunggu penggantian paspor baru.

Bukanlah suatu keadilan dan kebijakan yang baik dari pemerintah, apabila kepulangan mereka nanti, seakan-akan dihamparkan karpet merah. Harus ada sanksi dan hukuman sebagai tindakan unsur jera, karena dengan sengaja dalam keadaan sadar, telah melupuskan dokumen negara.

Semoga pemerintah tidak terjepit diantara tekanan hak azasi manusia dan kekhawatiran rakyat Indonesia yang lain. Dan semoga juga, ini menjadi pembelajaran kepada pemerintah, saya, kamu, dan calon kombatan yang belum berangkat ke negara tujuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun