Belum lagi menunggu proses verifikasi dari pusat, yang memerlukan waktu lama untuk mengesahkannya. Saya sadar ini adalah prosedural yang harus dilakukan, terkait kehilangan dokumen negara.
Lantas saya berfikir, bagaimana dengan 600 orang WNI, mantan kombatan ISIS yang ingin pulang ke Indonesia? Sedangkan mereka dengan sengaja telah merobek paspornya, bahkan ada juga dengan sadar telah membakar paspornya.
Secara logikanya, apabila seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar telah memusnahkan paspor, sebagai dokumen negara satu-satunya yang dimilikinya. Maka bisa jadi, mereka ingin melepaskan kewarganegaraaan yang melekat pada dirinya.
Kedua, mereka telah memutuskan meninggalkan negara yang tertera dalam paspornya, dan ingin menetap di daerah atau tempat merobek/membakar paspor tersebut. Kasarnya, sudah tidak ada niat kembali ke negara asalnya.
Andaikata pemerintah memfasilitasi kepulangannya nanti, kemudian memuluskan perjalanannya tanpa tindakan dan sanksi apapun. Apakah itu sebagai suatu keadilan kepada kami, sebagai warganegara Indonesia yang sama?
Sedangkan kami saja, yang menghilangkan dokumen negara tanpa unsur kesengajaaan. Harus melewati birokarasi berlapis dan menjalani prosedural yang panjang. Meluangkan waktu yang tidak sedikit, materi, dan emosi yang tertekan selama menunggu penggantian paspor baru.
Bukanlah suatu keadilan dan kebijakan yang baik dari pemerintah, apabila kepulangan mereka nanti, seakan-akan dihamparkan karpet merah. Harus ada sanksi dan hukuman sebagai tindakan unsur jera, karena dengan sengaja dalam keadaan sadar, telah melupuskan dokumen negara.
Semoga pemerintah tidak terjepit diantara tekanan hak azasi manusia dan kekhawatiran rakyat Indonesia yang lain. Dan semoga juga, ini menjadi pembelajaran kepada pemerintah, saya, kamu, dan calon kombatan yang belum berangkat ke negara tujuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H