Kuala Lumpur, 21 April 2001
Meminjam semangat kentalmu..
Yang memenuhi segenap pelataran pemikiran bangsaku..
Ingin kubingkai indah agar menjadi sebuah azimat keramat...
Tersemat pasrah menjadi pendinding perjalanan Bangsaku..
Terpacak tinggi menjadi aura penjaga takdir sejati..
Ibu...!!!
Seandainya Kau masih ada mengikuti perjalanan ini..
Kaummu sudah sebaris dengan yang lain..
Berdiri sejajar bersama kaum bangsa-bangsa lain..
Walaupun tak kunafikan...
Masih banyak pelecehan memerangkap di sana..
Masih banyak mata-mata yang memandang sinis di sana..
Tolong pinjamkan semangatmu sekali lagi..
Agar mereka mampu bangkit dan berdiri..
Menyingkirkan semua rasa-rasa ini..
Ibu..!!
Lihatlah di ujung seberang sana...!!
Kaummu tergolek resah di pembaringan fana..
Menjadi pemuas para manusia-manusia bernafsu serakah..
Keringatnya sudah tak berbau amis lagi..
Dan darahnya sudah tak merah lagi..
Terperangkap terperosok dalam jerat-jerat dunia..
Ibu..!!
Hanya satu pintaku...!!
Jangan pernah berhenti merangkul bangsa ini..
Karena kelembutan jemarimu senantiasa dinginkan hati..
Suara-suara lirihmu senantiasa redakan keinginan hati..
Yang hanya terpesona dalam kemilaunya dunia..
Rangkullah diri ini Ibu..
Rangkullah !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H