“Jangan banyak berkhayal. Tidak baik tuk kesehatanmu nantinya, Naf.”
“Aku serius nanya, Rif.”
“Akupun begitu serius menjawab pertanyaanmu, Naf.”
“Seandainya hal itu terjadi, apa yang kau lakukan?”
“Sudahlah, Naf. Jangan banyak berandai-andai. Jangan terlalu serius bermain dengan ‘jika’. Aku mencintaimu. Sesederhana itu.”
“Aku takut berpisah, Rif.”
“Mengapa kamu menciptakan rasa kekhawatiranmu sendiri, Naf?”
“Aku tak ingin kita membenci pada waktunya nanti, Rif.”
“Kau begitu yakin kita akan berpisah, Naf? Sudahlah, jangan terlalu berandai-andai. Kita (se)harus(nya) bersyukur, Naf. Masih diberikan anugerah hingga saat ini, kita masih bisa bersama. Tak perlu repot dan kita juga tak tahu pula apa yang akan terjadi pada esok, lusa, dan seterusnya. Yang kita lakukan adalah mempertahankan dan menjaga apa yang telah kita raih sampai saat ini, Naf.”
“Tapi… aku selalu memikirkan itu acapkali kita bersama, Rif.“
“Sadarlah kau dalam ketidakwarasanmu itu, Naf!”