Dan saya sendiri pun orang yang senang bercerita. Saya membayangkan diskusi kami bisa bermacam-macam dari berbagai sudut pandang. Intinya, saya tidak ingin kehidupan kami monoton hanya dari satu lini kehidupan. Bukankah kami ingin membangun peradaban ? Maka warna kami pun harus ada di berbagai lini."
Pada kenyataannya, banyak para dokter yang memang menikah dengan sesama dokter. Inilah mungkin yang membuat isu miris bahwa anak kedokteran itu kurang pergaulan. Apalagi kalau menikah dengan sesama dokter, satu angkatan, satu kelompok koas pula. Fix lah benar-benar tampak kurang bersosial ya. Hahaha.
Padahal jodoh siapa yang tau kan ? Tidak ada yang bisa memastikan. Kenapa harus sesama dokter ? Banyak yang menjawab, supaya bisa saling mengerti.
Sebenarnya problema ini timpang gender. Maksudnya ? Dokter itu, kalau laki-laki mereka tenang-tenang saja. Mau sesama dokter, mau non-dokter, tidak jadi masalah. Malah seakan-akan tinggal pilih saja. Karena yang non-dokter pun pasti akan mau. Nah, yang para perempuan ini, tidak usah jauh-jauh berpikir dengan non-dokter, yang sesama dokter saja belum tentu ada yang mau. Jadi yah karena tak ada pilihan selain sesama dokter, ya akhirnya kembali pada siklus dokter-dokter.
Okelah mari bahas beberapa alasan dengan lebih rinci sedikit.
1. Dunia yang sama
Kedokteran adalah dunia yang menyita waktumu. Sungguh. Kamu memang benar-benar sibuk. Sibuk adalah alasan utama kandasnya hubungan antara anak kedokteran dengan non-kedokteran. Jadi, bukannya tidak mau dengan non-dokter, tapi hubungan itu banyak yang berakhir kandas. Daripada banyak membuat PR, banyak penjelasan sana sini, lebih baik cari yang sesama dokter. Begitu kira-kira sederhananya konsep pemikiran rata-rata anak kedokteran.
Jujur, saya sendiri juga berpikir akan hal itu. Memang hanya anak kedokteran yang mengerti sebenar-benarnya aktivitas dan kondisi dunia kedokteran itu. Dunia yang sulit di mengerti. Bahkan perawat pun, yang katanya dunia bersisian kedokteran, belum tentu benar-benar mengerti. Kekhawatiran itu terkadang juga membuat saya berpikir lebih baik memang dengan sesama dokter saja.
Tapi, bukankah memang pasangan itu diciptakan untuk saling mengerti ? Bukan seorang dokter pun, jika ia mencintaimu, kalian akan saling mengerti satu sama lain. Bagi saya, cinta itu tak selalu manis dengan satu pendapat dan lain lainnya. Pengertian justru muncul dengan adanya ketidaksepakatan yang kemudian dikomunikasikan. Dan tidak semua hal mutlak harus ditolerir atau dimaklumi.Â
Jika semua hal dari mu ia maklumi, darimana kau tahu apa yang ia benci ? Manusia itu selalu memiliki dua sisi. Dan kehidupan berpasangan adalah kehidupan yang harus saling sinergi di kedua sisinya. Kamu harus menerima pasanganmu dalam bentuk paket lengkap. Baik dan buruknya. Bukan paket hemat.
Jadi, dengan dokter atau bukan dokter, saling mendengar, mengenali, dan mengerti pasangan adalah keharusan bagi setiap kita. Bahkan tidak jarang, sesama dokter bercerai karena kesibukan yang tinggi dan tak lagi ada waktu untuk sekedar menertawakan kepenatan yang di lalui. Terkadang kita tidak butuh dia mengerti sepenuhnya, kita hanya butuh seseorang yang mendengar tanpa penghakiman. Begitu pula sebaliknya.