Saya sudah terjun dalam dunia literasi dari tahun 2017. Sampai saat ini saya melihat banyak mereka-mereka yang dulunya bareng sama saya. Tapi sekarang sifatnya agak berubah.Â
Ada beberapa dari mereka yang ketika karyanya sudah tembus penerbit besar atau mayor, sifatnya mulai berubah. Entah apakah ini hanya pikiran saya saja atau memang nyatanya seperti itu. Semoga pikiran saya ini salah.
Tapi, ini perlu menjadi tamparan untuk kita semua sebagai penulis. INGAT! Kita semuanya berawal dari nol. Ketika karya kita bisa tembus penerbit mayor, coba ingat-ingat dulu yang ketika kita masih belum tahu apa-apa tentang dunia literasi.Â
Jangan sampai sifat berubah menjadi angkuh hanya karena naskah tembus di penerbit besar. INGAT! Tembus di penerbit mayor, belum tentu bukunya laku. Banyak loh buku-buku yang masuk gudang karena tidak laku di toko buku.
Jadi, tetaplah rendah hati. Mungkin Allah kasih kesempatan kamu untuk karyanya tembus di penerbit mayor, karena ingin menguji, apakah kita masih bisa melihat ke bawah atau tidak.Â
Kemudian, untuk kamu yang naskahnya sampai saat ini belum tembus penerbit mayor, jangan sedih. Mungkin Allah takut kamu akan sombong dan angkuh ketika naskahmu bisa tembus di penerbit besar. Sehingga, Allah ingin menjaga hatimu agar tidak angkuh di kemudian hari. So, jalani saja apa yang kita lakukan saat ini sebaik mungkin.
KETIGA, JANGAN PELIT PENGALAMAN
Ini juga masih berhubungan dengan yang pertama. Ada penulis yang dulunya masih pemula, banyak tanya sana-sini. Kemudian, ketika sudah merasa punya banyak karya, sudah lama berkecimpung dalam dunia literasi, karyanya sudah banyak yang tembus di penerbit mayor, akhirnya ketika ditanya rahasia bagaimana dia bisa mencapai itu, jawabannya setengah-setengah.
Kalau saya berpikirnya, orang-orang yang seperti ini karena takut disusul atau takut rahasianya bocor ke mana-mana. Tapi bagi saya pribadi, hidup di akhir zaman seperti ini, lebih baik cari banyak pahala daripada cari dosa. Kalau kita share pengalaman kita, kemudian mereka yang mendengarkan bisa menerapkannya, bukankah menjadi amal jariyah buat kita?
Lagipula, bukankah kita menulis untuk mencerdaskan generasi bangsa? Kalau kitanya pelit ilmu, bagaimana bisa penulis lain bisa belajar dan berkembang?
KEEMPAT, TAHAN MENTAL