Mohon tunggu...
Mahestha Rastha A
Mahestha Rastha A Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Netizen Indonesia Disebut Paling Tidak Sopan se-Asia Tenggara, Apresiasi atau Refleksi?

25 Februari 2021   17:51 Diperbarui: 26 Februari 2021   03:46 2976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: clipartmax.com

Ini memang zamannya digital. Percakapan diganti dengan gadget. Pertemuan diganti dengan media sosial. Terlebih, pandemi seperti ini membuat manusia semakin nempel dengan gadgetnya.

Ya, kita semua sekarang lebih asyik melakukan kegiatan di media sosial. Bahkan tak ada notifikasi sekalipun, gadget tetap di geser-geser dengan jari telunjuk. Betul begitu? :)

Hebatnya lagi, gadget dan media sosial yang ada di dalamnya dijadikan alat untuk menghasilkan uang. Lihat saja, banyak anak SMP yang punya penghasilan melebihi gaji bulanan seorang lulusan S1. Ya, cukup dengan ketampanan, kecantikan, editan, dan goyangan mereka bisa mendapatkan apa yang disebut dengan uang. Walau tidak semuanya seperti itu.

Tapi perlu saya tekankan. Saya tidak memandang buruk ketika ada mereka yang menjadikan media sosial sebagai tempat mencari uang. Tak masalah. Itu bagus. Kamu sudah bisa membantu perekonomian keluarga dengan ide kreatifmu di media sosial yang bisa menghasilkan.

Saya pun begitu. Kalian membaca artikel ini pun termasuk membantu saya untuk mencari sesuap nasi dan menabung mahar pernikahan. Bagus! Itu kreatif! Asalkan cara mencari uangnya dengan hal yang benar dan positif.

Tapi, bukan tulisan namanya kalau hanya membahas hal-hal biasa seperti itu. Bagi saya pribadi, media sosial ini Tuhan ciptakan untuk memperlihatkan sifat asli manusia akhir zaman. Mana yang munafik. Mana yang tidak percaya diri. Mana yang hanya berani main kandang. Mana yang fasik. Mana yang "menuhankan" media sosial. Mana yang tidak tahu malu. Mana yang terlihat rendahan. Mana yang sifatnya seperti hewan. Mana yang berani di media sosial dan pengecut kalau bertemu langsung. Mana yang suka suuzan. Mana yang suka memfitnah. Mana yang suka memakan daging saudaranya sendiri. Mana yang suka share keburukan dan berita hoax, dan mana yang memang menggunakan media sosial dengan cerdas dan bijak.

Sepertinya etika dan akhlak seseorang benar-benar Tuhan uji dengan diciptakannya media sosial ini. Mau bukti?

Ternyata ....

Dilansir dari kompas.com, sekitar beberapa bulan yang lalu, Microsoft telah merilis sebuah laporan terbarunya yaitu Digital Civility Index (DCI) yang fungsinya mengukur tingkat kesopanan digital para pengguna internet dunia ketika saling berinteraksi dan berkomunikasi di dunia digital.

Hasil yang memilukan adalah Indonesia menempati urutan TERBAWAH se-Asia Tenggara. Sederhananya Indonesia paling tidak sopan di Asia Tenggara. Kalau perlu datanya, silakan simak data berikut.

Tingkat kesopanan netizen Indonesia memburuk! Mereka menambah delapan poin yang awalnya 68, menjadi 76 poin. Satu hal yang harus kalian ketahui, semakin tinggi angkanya bukan berarti semakin baik, justru sebaliknya. Ini tanda tingkat kesopanannya semakin buruk. 

Peringkat pertama diraih oleh Singapura yang juga menempati posisi keempat secara global. Kemudian disusul urutan kedua yaitu Malaysia, Filipina, Thailand,dan Vietnam.

Hebatnya lagi, kemunduran ini didorong oleh pengguna yang usianya dewasa dengan persentase 68%. Sementara, usia remaja disebut tidak berkontribusi dalam mundurnya tingkat kesopanan ini. Menurut pandangan saya, mungkin karena remaja sekarang lebih tergiur dengan K-POP ketimbang berceloteh tidak penting di media sosial. Akhirnya, wajar saja kalau tidak terlalu berpengaruh. :D

Hal yang patut dipertanyakan adalah APA YANG MENYEBABKAN TINGKAT KESOPANAN NETIZEN INDONESIA MUNDUR SEPERTI INI?

PERTAMA, BERITA HOAX

Sudah berapa banyak kabar-kabar miring yang beredar, namun kabar tersebut adalah palsu dan hoax? Berita yang tidak tahu asal-usul kebenarannya. Informasi yang tidak tahu kevalidannya.

Akhirnya, ketika masyarakat tidak cerdas dan peka, mereka akan kemakan dengan berita tersebut. Itulah kenapa, kita sebagai masyarakat harus lebih cerdas dalam mendidik diri sendiri. Sehingga, ketika ada berita hoax atau tidak, kita bisa benar-benar menelaah matang-matang.

Tahukah kamu? Sesuai UU ITE, setiap orang yang menyebarkan berita bohong atau hoax akan di penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak satu miliar.

Tidak mau kan? Mumpung belum ada yang melaporkan, lebih baik hapus semua berita hoax yang pernah kamu sebarkan dan pikirkan dulu sebelum disebar ke banyak orang.

Tapi, namanya juga Indonesia ya. Hukum Indonesia menurut saya adil dalam pembuatan peraturannya. Tapi penggunaannya yang sering kali disalahgunakan oleh oknum tertentu. Sehingga, banyak masyarakat memandang kalau hukum Indonesia ini tumpul dan sebagainya. 

Jadi, wajar saja berita hoax masih banyak tersebar. Karena masyarakat memandang, ketika melanggar peraturan ini, polisi mana sih yang mengetahuinya? Akhirnya mereka berpikiran seperti itu dan dengan santai menyebarkan berita yang hoax. 

Tapi walau penyebar berita hoax ini masih banyak yang belum dihukum, setidaknya ada satu hukuman yang pasti mereka dapatkan, yaitu hukuman psikologis dari masyarakat. Mereka mendapatkan hukuman sosial atas apa yang sudah dilakukannya.

KEDUA, PENIPUAN

Sudah banyak penipuan berkedok media sosialPenipuan pekerjaan, mama minta pulsa, pencurian identitas, dan sebagainya. Itulah kenapa fungsinya sekolah. Agar otak kamu terasah. Otak kamu bisa berguna di situasi-situasi seperti ini.

Ketika ada orang niat penipu, otak kamu peka. Ketika ada sesuatu yang salah, otak kamu peka. Ketik ada obrolan yang mencurigakan, otak kamu peka. 

Oke? Jadi, jangan selalu bertanya-tanya kenapa kamu harus mempelajari semua pelajaran di sekolah. Karena salah satu alasannya adalah agar otak kamu bisa diasah dan digunakan dalam masyarakat. Contohnya seperti ini. ☺️

KETIGA, PERUNDUNGAN

Ini sudah bukan menjadi sesuatu yang aneh. Perundungan atau bully selalu terjadi dari masa ke masa. Bahkan perundungan pun sekarang bisa dengan lebih mudah karena online. Apalagi akunnya bisa menggunakan akun fake. Jadi, para perundung bisa dengan lebih berani melakukan perundungan.

Ada selebram salah dikit, langsung dirundung.

Ada artis salah sikit, komentar isinya cacian semua.

Tapi, kalau dipandang dari sisi lainnya. Sebenarnya tidak semua perundung itu jahat loh. Ada juga dari mereka yang melakukan itu karena terpaksa ingin melampiaskan masalah hidupnya yang tak pernah berhenti.

So, kalau di luar sana ada perundung dan yang dirundung. Tahu solusinya? Semangati dan lindungi  yang dirundung. Kemudian, bicara baik-baik pada yang merundung. Bisa jadi, ketika berbicaranya dari hati  ke hati, mereka akan lebih terbuka.

Karena siapa tahu, kamu mungkin berpikiran jahat tentangnya. Tapi kalau sudah mengetahui alasannya, mungkin kamu akan mewajarkannya bersikap seperti itu. Walau sebenarnya tetap tidak pantas yang namanya merundung orang lain.

KEEMPAT, KEBODOHAN

Terkadang saya suka bingung sama netizen Indonesia. Mereka selalu mengatakan,

"Kenapa sih dia diundang ke televisi terus?"

"Viral aja langsung masuk televisi, kok bisa!"

"Tidak harus punya prestasi kalau mau masuk televisi, yang penting viral!"

"Cukup punya goyangan lucu, enak langsung masuk televisi dan diundang ke acara-acara televisi."

Begitulah komentar kebanyakkan netizen. Padahal yang membuat tokoh itu viral adalah si netizen itu sendiri. Jadi dari pada kesal, mending introspeksi diri sendiri.

Tapi, walau data dari Microsoft itu membuat Indonesia peringkat terbawah, setidaknya ada hal baik yang Indonesia dapatkan. Selama pandemi, empat dari sepuluh responden mengaku tingkat kesopanan digital di Indonesia membaik. Hal itu didorong oleh rasa kebersamaan yang lebih besar di saat pandemi dan melihat netizen saling tolong-menolong secara online.

Ya, semoga ini bisa menjadi introspeksi bersama. Hal yang baik bisa jadikan apresiasi. Namun, hal yang buruk janganlah diapresiasi. Kita harus sama-sama refleksi dan introspeksi. Sebenarnya, selama ini menggunakan media sosial untuk hal yang baik atau tidak?

Kalau untuk melakukan hal baik, alhamdulillah. Kamu sudah melakukan tugasmu dengan benar sebagai manusia.

Tapi kalau yang kamu lakukan di media sosial adalah sesuatu yang buruk. Oh, simpel saja. Berarti kamulah yang menjadi penyumbang terbesar data-data di atas.

Terima kasih

Semoga bermanfaat

Salam dari netizen baik Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun