Ketika membahas tentang pendidikan, sepertinya tidak akan ada habisnya. Karena ini salah satu hal yang sifatnya dinamis dan harus mengikuti arus zaman.
Saya ingin mencoba mengkhususkan akun saya di kompasiana ini untuk membahas tentang pendidikan dan literasi lebih dalam. So, buat kamu yang memang juga sedang mendalami dua dunia itu, semoga akun saya ini bermanfaat.
Oke, akhir-akhir ini saya sering terpikirkan tentang bagaimana kondisi pendidikan di luar negeri. Semenjak pandemi, saya terkadang penasaran bagaimana solusi dari negara lain dalam mempertahankan pendidikannya. Akhirnya saya coba dalami satu per satu, dan negara yang saya dalami pertama kali adalah China.
Ada beberapa negara maju yang memang terkenal dengan pendidikannya yang bagus. Ada pula negara yang memang terkenal dengan pendidikannya bagus + keras. Nah, kenapa saya bahas China? Karena negara ini pun salah satu negara yang terbaik pendidikannya.
Salah satu bukti kehebatan pendidikan negeri tirai bambu ini adalah pelajarnya yang menduduki peringkat teratas pertama dunia dalam kategori sistem pendidikan terbaik. Ini bisa kita ketahui berdasarkan hasil sebuah survei standar pendidikan melalui  Program for International Student Assessment (PISA).
Tes ini diselenggarakan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) terakhir pada tahun 2018. Mereka melibatkan pelajar berusia 15 tahun. Tes ini meliputi pengujian matematika, membaca, dan sains. Nah, hasil ini diketahui bahwa China menduduki peringkat teratas secara keseluruhan.
Data inilah yang akhirnya membuat saya penasaran dengan negara tirai bambu tersebut. Mungkin sebelum kita membahas bagaimana cara mereka mendidik generasinya dan mendidik tenaga pendidiknya, saya mau coba memberitahu dahulu tentang bagaimana pendidikan mereka secara garis besar. Saya akan coba sampaikan perpoin.
1. Manajemen pendidikan China punya karakteristik tersentralisasi (terpusat) baik dari level pusatnya, provinsi, kota madya, kabupaten, begitu pun dengan daerah otonomi setingkat kota madya.
2. Berbeda dengan Indonesia yang memulai tahun ajaran baru dan awal semester pada bula januari dan Juli, China membagi tahun akademik yang masing-masing semester dimulai pada tanggal 1 September dan 1 Maret.
3. Kalau Indonesia, rata-rata siswa masuk pada pulul 07:30 WIB dan pulang paling lambat jam 16:00 WIB. Kalau China, sedikit lebih lama, dengan jam masuk yang sama dan jam pulang yang lebih satu jam, yaitu jam lima sore dengan diselingi istirahat siang selama dua jam.
4. Proses belajarnya pun tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tapi juga di luar kelas. Itulah kenapa, proses belajar di China sangat variatif. Karena bisa dilakukan di mana saja. Bisa di laboratorium, bisa juga di alam bebas. Tujuan mereka melakukan itu agar bisa merangsang kemampuan afektif dan psikomotoriknya.
Ya, ketika saya kuliah, saya pernah membayangkan. Andai saja ada sekolah yang benar-benar memberikan sebuah fasilitas kelas outdoor. Pasti mengajar dan belajarnya akan terasa lebih menyenangkan. Karena kalau siswa belajar di ruangan yang sama terus setiap harinya, pasti akan ada momen di mana mereka akan jenuh.
5. China memiliki lima sektor pendidikan, saya coba bahas satu per satu ya. PERTAMA, prasekolah. Jadi sebelum masuk sekolah, anak-anak harus menempuh prasekolah selama tiga tahun dan dilakukan saat anak berusia tiga tahun ke atas. Biasanya, prasekolah ini mengajarkan permainan, olahraga, observasi, dan aktivitas sehari-hari.  Kalau di Indonesia, ini bisa dibilang Taman Kanak-kanak (TK).
KEDUA, basic education. Anak-anak biasanya masuk sekolah dasar pada usia enam tahun. Jenjang ini pun berlangsung selama enam tahun seperti Indonesia.Â
KETIGA, technical and vocational education. Nah, kalau ini terbagi menjadi dua, yaitu sekolah akademis dan sekolah kejuruan. Ibaratnya kalau di Indonesia, ini adalah SMA dan SMK.
Untuk sekolah akademis, terbagi jadi dua tingkatan. Ada yang namanya junior dan senior. Sekolah akademis junior berlangsung selama tiga tahun. Jika ingin lanjut ke sekolah akademis senior, maka harus mengikuti tes terlebih dahulu. Jika tidak lulus, dia bisa belajar di sekolah kejuruan.
Nah, jika lulus dan masuk sekolah akademis senior, maka pelajar akan menempuh pendidikannya selama dua atau tiga tahun. Di sini, mereka bebas memilih untuk mengikuti kelas sains atau sosial. Kalau kita ambil kesimpulan sementara, jenjang SMA di China lebih lama dibandingkan dengan Indonesia yang hanya tiga tahun.
Mereka yang lulus dari sekolah akademis senior, akan diarahkan pada adult education atau kuliah.Â
Sedangkan, kalau sekolah kejuruan, pelajar akan dilatih untuk mengasah keahliannya pada bidang pertanian, manajerial, ketenagakerjaan, serta teknik. Biasanya mereka akan belajar di sini selama empat tahun. Sekolah ini ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang terlatih.
KEEMPAT, pendidikan khusus. Ini adalah pendidikan yang khusus menangani anak-anak dengan kemampuan khusus dan mengalami keterbelakangan. Mereka yang mempunyai kemampuan khusus akan mendapat kesempatan untuk naik kelas. Tapi bagi anak-anak yang mempunyai kemampuan terbatas akan mendapatkan pengarahan agar bisa mencapai kemampuan sesuai standar minimal.
KELIMA, pendidikan tinggi. Bisa dibilang, ini adalah kuliah kalau di Indonesia. Tahap seleksinya pun kurang lebih sama seperti Indonesia ketika masa penerimaan mahasiswa baru.
Selain pendidikan formal di atas, China juga punya pendidikan nonformal. Pertama, mereka punya pendidikan khusus untuk orang dewasa dengan tujuan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Kedua, mereka juga menyediakan pendidikan literasi. Di mana, pendidikan ini berfokus untuk memberantas buta huruf. Sehingga dengan adanya pendidikan ini, rakyat China semakin banyak yang melek aksara.
Apalagi semua itu dilengkapi dengan kurikulum modern, sarana dan prasarana yang memadai, tenaga pengajar yang berkualitas, juga dana pendidikan yang mencukupi. Terlebih pendidikan mereka didukung oleh tingginya budaya belajar masyarakat China. Berbeda sekali dengan Indonesia. ;)
Ya, kalau dilihat apa yang saya tulis di atas, pendidikan di China sebagian besar sama dengan apa yang diterapkan oleh Indonesia. Tapi kenapa China bisa teratas, sedangan Indonesia terbelakang? Ini yang menjadi pertanyaan dan renungan!
Sekeras apa pun pemerintah melakukan yang terbaik untuk pendidikan di Indonesia, kalau masyarakatnya masih rendah literasi dan budaya belajarnya yang masih sangat rendah, maka pendidikan kita akan sulit untuk menyusul negara lain. Sekalipun itu Malaysia.
Dari tulisan ini, saya berharap untuk seluruh tenaga pendidik, orang dewasa, dan orang tua untuk andil dalam meningkatkan kualitas pendidikan di negara ini. Orang dewasa, bisa dengan cara membuat program-program pendidikan yang fun di tengah masyarakat. Sehingga, mindset anak tentang "belajar itu membosankan" bisa diminimalisir.Â
Orang tua, mungkin bisa membantu bagaimana meningkatkan minat anak dalam belajar dan membaca di rumah. Ingat, orang tua pun punya andil dalam pendidikan. Terlebih belajar di rumah seperti sekarang ini. Kalau anak SD dan SMP tidak diawasi dengan maksimal, tanpa kesadaran dari si anak itu sendiri, pendidikan yang akan mereka dapat tidak akan maksimal.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan bisa menjadi renungan bersama.
Selanjutnya, kita akan dalami bagaimana China mendidik generasinya. Tunggu, artikel berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA:
Dickyandi, Nikola. 2016. Metode Belajar ala Tiongkok dan Jepang. Yogyakarta: Diva Press
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H