Lepas daripada bayang-bayang ironi,
seorang Pujangga tertidur lelap.
Remang-remang terlihatlah rembulan,
mendekap sang Pujangga yang terlelap.
Padanya berbisik, sesosok guru lama.
Menyahut bersama rintihan awan, bertanyalah ia:
kapan kiranya Pujangga tertambat rembulan?
Senyatanya telah hilang padanya kilauan kama
Pujangga, kau terlena!
Demikian guratan pena bermekaran,
kau ciptakan syair-syair indah ...
dihantarkan padanya surat-surat.
Kau jadikan padanya ajang bela sungkawa ...
Kau hinakan syair-syair merdu pada jurang berahi.
Terbang jauh menuju rembulan,
dan kini tlah pulang, menyisakan jasad-jasad makna.
Bandung, 27 Desember 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HBeri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!