- Apakah konsekuensi hukum yang dapat dikenakan kepada dokter pegawai negeri juga sepenuhnya dapat dikenakan juga kepada dokter swasta?
Jika kita sepakat mengenai kedudukan dokter swasta pada poin 1 di atas, maka konsekuensi hukum dokter PNS tidak sama dengan dokter swasta. Namun satu hal yang seharusnya tertanam dalam diri setiap dokter, norma tertinggi kedokteran adalah norma etik yang telah bertahan berabad-abad lamanya demi menjaga keluhuran profesi dokter. Norma etik tidak gampang berubah meski banyak kepentingan dan perubahan cara pandang dokter terhadap profesinya. Lain halnya dengan norma hukum yang selalu labil mengikuti perkembangan dan dinamika zaman dan bangsa.
Pusaran perdebatan dipastikan akan muncul ketika membahas kedudukan dokter swasta yang menerima dana negara dari pelaksanaan JKN-BPJS. Potensi “memperkaya diri” dapat dimungkinkan muncul jika system pembayaran jaminan kesehatan masih menggunakan mindset fee for service di dalam paket pembayaran menggunakan sistem INA-CBGs. Potensi ini sulit terjadi di dalam system pembayaran kapitasi di pelayanan primer. Mindset “semakin banyak pasien, semakin banyak tindakan dan peresepan, semakin banyak jasa medik yang diperoleh” akan terus dihimpit oleh kecurigaan akan niat “memperkaya diri”, niat yang dikedepankan mendahului kepentingan pasien.
Di beberapa rumah sakit, khususnya RS milik pemerintah, pengadaan obat dan alat kesehatan wajib menggunakan aplikasi pemesanan (E-Catalog atau E-Purchasing)yang ditetapkan oleh pemerintah telah sedikit banyak mengurangi potensi tersebut. System remunerasi yang diterapkan oleh beberapa RS juga merupakan bagian dari perbaikan pelayanan dan memperbaiki kultur pelayanan. Namun dampak berupa penurunan take home pay selalu memberikan suasana tidak nyaman bagi dokter sehingga menimbulkan reaksi penolakan.
Di luar diskusi mengenai kedudukan dokter, saya memandang area positif yang mungkin dapat muncul dari perdebatan ini. Sudah seharusnya negara memandang dokter sebagai aset penting negara sebagaimana pentingnya aparatur pertahanan yaitu TNI. Dokter adalah bagian penting dari sistem pertahanan bangsa yang menjaga rakyat agar tetap sehat. Rakyat yang sehat diharapkan menjadi lebih produktif dan lebih tangguh di tengah persaingan global. Rakyat yang tidak mampu bersaing meningkatkan potensi negara dikuasai oleh tangan-tangan asing yang selalu bernafsu menguasai potensi dalam negeri.
Menjadikan dokter sebagai aset negara harus dimulai dari hulunya yaitu pendidikan kedokteran. Negara harus memikirkan mengenai keterjangkauan pendidikan kedokteran oleh anak bangsa yang memiliki potensi akademik maupun kepribadian. Anak bangsa di sini adalah putra dan putri yang lahir dari rahim istri petani, nelayan, pedagang, pegawai, atau siapapun yang hidup di Republik ini. Pendidikan kedokteran harus dijalani oleh generasi dokter yang akan datang tanpa harus memikirkan biaya pendidikan, apalagi memikirkan “kembalinya modal” sang orang tua.