Surat cinta merupakan hal biasa yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan seorang dewasa terhadap orang yang ditaksir ataupun orang yang dicintainya. Tapi bagaimana jika hal ini terjadi pada anak yang belum bisa membaca dan juga menulis. Mari simak diaryku kali ini.
*****
Di era 80 dan 90-an kegiatan surat- menyurat sangat umum dilakukan oleh setiap orang. Biasanya mereka menuliskan surat untuk orang yang jaraknya jauh dari tempat tinggal. Kantor pos dan prangko menjadi tempat dan barang yang sangat dibutuhkan.
Prangko juga banyak menjadi barang koleksi. Mengumpulkan amplop-amplop berprangko dan merendamnya di dalam air dalam rangka melepaskannya dari perekat merupakan aktivitas yang menyenangkan.Â
Akupun sempat memiliki beberapa album kumpulan prangko yang barangnya saat ini sudah tak jelas keberadaannya.
Di dalam surat-menyurat terdapat kegiatan literasi yang secara tak langsung kita lakukan. Orang menjadi terbiasa membaca dan menulis kalimat-kalimat panjang hingga berlembar-lembar.Â
Hal ini dilakukan untuk mengungkapkan cerita ataupun perasaan dari si penulisnya. Si pembaca juga menikmati setiap kalimat yang tertulis dengan sabar hingga tuntas.
Kegemaranku akan menulis dan membaca surat juga menjadi titik awal literasiku. Yang berlanjut menjadi kegemaran menulis cerita dan membaca sekumpulan buku cerita. Temanyapun beragam mulai cerita silat, petualangan, detektif anak dan juga misteri.
Awal perkenalanku akan surat bermula ketika sering melihat kakak perempuanku menulis surat. Saat itu memang umum anak-anak tingkatan sekolah dasar menulis surat untuk teman-temannya.Â
Bahasa ataupun tulisannya mungkin belum tertata dengan baik. Karena tidak seperti sekarang, kemampuan baca tulis saat itu tidak menjadi persyaratan untuk murid masuk sekolah.
Jika sebelumnya sempat mengemuka pembahasan tentang fenomena anak dewasa sebelum waktunya di zaman sekarang ini. Rasanya mungkin aku juga termasuk salah satu anak yang masuk kategori tersebut namun dari masa lampau. Hehehe.