Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kaset Pita, Lagu Lama dan Kenangan tentang Putus Cinta

13 Januari 2021   13:48 Diperbarui: 16 Januari 2021   15:56 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era 80 dan 90-an kaset pita masih merupakan primadona bagi para penikmat musik. Saking banyaknya pembeli, ukuran kesuksesan seorang penyanyi dapat dilihat dari berapa banyak album kaset berisikan lagunya yang terjual.

Aku masih ingat, dulu kaset adalah salah satu barang yang paling ingin kumiliki. Ada satu kebiasaan di dalam keluargaku yang sangat berkesan. 

Kami selalu meluangkan waktu untuk pergi ke toko kaset setiap kali pergi jalan-jalan. Ayah bergiliran memberi kami, empat bersaudara, jatah untuk bergantian membeli kaset setiap liburan.

Adanya pembagian jatah ini membuat kami berusaha memperkaya perbendaharaan lagu-lagu baru yang ada. Tayangan musik yang ada di televisi, waktu itu baru ada TVRI, menjadi konsumsi yang menarik untuk kami. Diantaranya adalah acara musik Selekta Pop, Anekaria Safari dan Musik Malam Minggu.

Dari melihat acara tersebut biasanya kami langsung mencatat judul lagu dan nama penyanyinya. Untuk dapat membeli kaset lagu tersebut nantinya. 

Lagu-lagu Indonesia yang saat itu populer adalah lagu pop. Umumnya bertemakan cinta dan uniknya semakin cengeng maka akan semakin banyak disuka.

Oh iya. Selain televisi aku juga mencari rujukan lagu baru melalui radio. Waktu itu sih kalau tidak salah gelombang radionya masih berada di gelombang AM. 

Radio AM favoritku di Jakarta saat itu adalah Radio Safari. Aku kurang tahu ada hubungan apa radio ini dengan acara musik yang ada di TVRI saat itu.

Koleksi kasetku saat itu lumayan banyak. Terdiri dari penyanyi-penyanyi top ibu kota pada masa itu. Beberapa di antaranya adalah Iis Sugianto, Rhatih Purwasih, Rinto Harahap, Obbie Mesakh, Helen Sparingga, hingga lagu-lagu balada anak dari Julius Sitanggang.

Ayah dan ibuku selain menyukai lagu-lagu pop Indonesia juga rajin membeli kaset-kaset lagu barat bertemakan sweet memories. Karena sering mendengarnya diputar dan disenandungkan oleh ayah dan ibu sehingga aku juga jadi suka dengan beberapa penyanyi barat tersebut.

Beberapa lagu seperti Love Me Tender dari penyanyi Elvis Presley, Unchained Melody dari Righteous Brothers, lagu berbahasa Prancis Aline dari Christope, The End of The World dari Skeeter Davis dan I don't Like to Sleep Alone dari Paul Anka sering sekali aku dengar. Lagu-lagu yang sangat enak untuk dinyanyikan sambil karaoke-an.

Kegemaran mendengarkan musik dan mengumpulkan kaset pita terbawa hingga aku kuliah. Saat itu kaset-kaset bajakan juga mulai banyak diperdagangkan. Tapi minat masyarakat membeli kaset asli juga masih cukup lumayan besar.

Ada peristiwa menarik terkait kaset pita yang melekat diingatanku. Dua kali aku harus mengalami perasaan putus cinta gara-gara kaset pita ini. Lho kok bisa. Hehehe. Sebenarnya agak konyol sih kalau diceritakan.

Tempat kuliahku berada di wilayah Timur Jakarta, sementara rumahku di wilayah Tangerang. Jarak tempuh yang lumayan memakan waktu tersebut kunikmati dengan tranportasi umum. 

Ya, aku memang seorang bus mania. Aku sangat senang menikmati perjalanan dengan angkutan umum selain karena lebih santai juga dapat bertemu banyak orang dan menambah kenalan.

Alasan yang mungkin khas anak muda. Karena waktu itu belum ada alat komunikasi handphone, senjata andalanku adalah pulpen untuk mencatat nomer telepon cewek kenalanku. 

Jika tidak ada kertas untuk bertukar nomer telpon. Telapak tangan bisa menjadi tempat untuk menyimpan nomernya. Lumayan jadi ada kesempatan untuk menyentuh tangan si kenalan tadi. Hehehe. Untungnya sih dulu belum ada wabah covid jadi ga perlu juga jaga jarak.

Salah satu cewek yang kuajak kenalan tinggal di daerah sekitaran Cawang. Sebut saja namanya Widya, bukan nama sebenarnya. 

Dia bekerja di sebuah toko kaset di sebuah pusat perbelanjaan. Dari perkenalan di atas bus kota, waktu itu masih ada Mayasari Bhakti 57, pertemuan kami berlanjut.

Selain mulai menjalin keakraban melalui komunikasi via telpon. Kami juga sering bertemu jika kebetulan jam kerjanya berbarengan dengan jam kuliahku. 

Lama-lama hubungan kami mulai intens dan sering bertemu saat hari libur. Biasanya tempat favorit kami adalah di seputaran Blok M karena banyak tempat yang asyik untuk nongkrong.

Suatu hari saat kami bertemu. Dia membawa sebuah kaset di tangannya. Sebuah album kompilasi dari beberapa penyanyi kenamaan saat itu. Ada Dewa 19, Gigi, Slank dan beberapa penyanyi lain. Menurutnya kaset itu hadiah dari bosnya.

Melihat aku tertarik dengan barang yang dibawa. Ia lalu memberikan kaset tersebut kepadaku. Sebagai hadiah katanya saat itu. 

Kaset adalah barang berharga bagiku apalagi lagu-lagunya sangat kusuka. Saat itu aku sangat senang sekali. Jika tidak sedang di tempat umum mungkin sudah aku peluk tubuhnya.

Beberapa hari berlalu tetiba suatu pagi Widya menelponku. Sebelumnya ia mengucapkan maaf. Ternyata ia ingin meminta kembali kaset yang sebelumnya diberikan. 

Aku sedikit terkejut saat itu. Kutanyakan alasannya. Ia berkata bahwa bosnya menanyakan terus kaset yang pernah diberikan kepadanya.

Hal yang aneh menurutku. Kami terlibat pertengkaran. Menurutku sepertinya ada niat tertentu dari si bos memberikan kaset tersebut. Dan Widya juga memilih untuk meminta kembali kaset tersebut dariku ketimbang memberikan penjelasan kepada atasannya.

Akhirnya aku mengajaknya bertemu dan kukembalikan kaset tersebut padanya. Sejak itu aku tak pernah menghubunginya. Beberapa kali dia menelponku dan mencoba memperbaiki keadaan. 

Tapi aku masih tak bisa menghapus kekesalanku. Dan berakhir dengan pertengkaran. Akhirnya kami sama-sama bersekukuh dengan ego masing-masing. Dia juga mulai menyerah dan tak pernah menghubungiku lagi. Dan cinta pun terputus karena sebuah kaset.

Pengalaman keduaku terkait kaset terjadi saat aku pulang kuliah dan naik angkot menuju rumah. Aku berkenalan dengan seorang cewek cantik bernama Marissa, bukan nama sebenarnya ya, yang bekerja di sebuah biro travel di kawasan sudirman.

Saat itu kami saling bertukar nomer telpon. Rumahnya masih di wilayah yang sama denganku. Aku sering menunggunya sepulang kuliah agar bisa bareng naik angkot.

Satu kali aku ikut bersamanya ke rumahnya. Dan berkenalan dengan ibunya yang merupakan orangtua tunggal setelah ayahnya meninggal beberapa tahun sebelumnya. Kami berbincang cukup akrab.

Waktu aku mendengar ia memutar kaset lagu-lagu Roxette. Rupanya itu adalah album berisikan kumpulan lagu-lagu hitsnya. Mulai dari It Must Have Been Love, Fading Like A Flower, What's She Like, Listen to Your Heart, Spending My Time dan lagu hits lainnya.

Waktu kutanya, ternyata itu adalah kaset yang baru dibelinya. Saat itu dia langsung menawariku jika aku ingin meminjamnya. Kesempatan pikirku. Selain karena suka lagu-lagu Roxette. Dengan meminjam berarti ada kesempatan untukku berkomunikasi lebih lanjut dengannya. Dan ada alasan jika aku nanti akan main ke rumahnya lagi.

Saat itu aktivitas kesukaanku ketika di kamar adalah mendengarkan lagu Roxette. Berbaring di kamar sembari membayangkan wajah Marissa yang cantik. Aduh damainya hati ini. Sepertinya aku sudah jatuh cinta padanya.

Hari libur adalah waktu yang tepat untukku mengembalikan kaset yang kupinjam. Aku memang tak menelponnya terlebih dahulu karena biasanya ia selalu ada di rumah. Tak sampai satu jam aku sudah sampai di rumahnya.

Yang membuka pintu adalah ibunya. Ternyata Marissa sedang tidak ada di rumah. Ada nada sedih yang terdengar saat kutanyakan tentang keberadaan Marissa. Dengan nada pelan si ibu mulai bercerita.

Aku menyimak setiap kata-kata yang diucapkannya dengan hati tak menentu. Marissa sudah beberapa hari tidak pulang ke rumah. Rupanya sedang ada pertengkaran di antara keduanya. Penyebabnya karena si ibu tidak setuju Marissa menjalin hubungan dengan seorang pria.

 Menurut si ibu perangai pria tersebut tidak baik tapi Marissa tidak mau mendengar nasihatnya. Kabarnya Marissa juga sudah memutuskan akan menikah dengan si pria walau tanpa restu ibunya.

Aduh. Rasanya aku tak sanggup terus mendengarkan cerita si ibu. Setelah mengembalikan kaset yang kupinjam. Aku juga menitipkan salam untuk Marissa jika nanti dia pulang ke rumah.

Perjalanan pulang ke rumah terasa jadi demikian lama. Perasaan putus cinta seperti menyesakkan napasku. Yang ingin kulakukan saat itu hanya satu. Berbaring di tempat tidur, memejamkan mata sembari mencoba melupakan bayang cantik Marissa. Namun yang pasti alunan kaset Roxette pasti akan terngiang di telingaku. Melagukan tentang bait-bait lagu putus cinta. It Must Have Been Love.


Tangerang, Januari 2021
Mahendra Paripurna

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun