Awal tahun merupakan saat yang menegangkan bagi orang tua yang anaknya akan mulai pertama masuk sekolah ataupun akan lulus sekolah. Karena itu juga merupakan waktu untuk orang tua, pilih sekolah bagi anak. Berbagai pertimbangan tentu mewarnai pikiran setiap orang tua dalam menentukan pilihannya.
Ketegangan itu bukan hanya akibat adanya kekhawatirkan akan bagaimana nilai hasil ujian anak. Tetapi juga karena keharusan untuk pilih sekolah yang paling sesuai dan terbaik bagi anak. Di tengah membanjirnya berbagai informasi tentang sekolah.
Sekolah-sekolah biasanya sudah mulai menebar pesona untuk menarik minat orang tua dan murid. Berbagai brosur dan mungkin iklan mulai bertebaran. Ada yang disebar di rumah-rumah penduduk, jalan-jalan bahkan mungkin juga televisi.
Tahun ini juga menjadi tahun terakhir bagi putriku duduk di bangku sekolah menengah tingkat pertama. Situasi pandemi ini membuatku sedikit meraba-raba bagaimana kira-kira nanti sistem kelulusan dan juga penerimaan murid baru yang diterapkan.
Pilih sekolah, jika diibaratkan itu seperti mencarikan jodoh terbaik bagi anak. Berbagai pertimbangan tentu akan menjadi dasar kita untuk memilih. Seperti halnya jodoh, di dalam falsafah Jawa, sebenarnya memilih sekolah juga harus mempertimbangkan 3 faktor penting, bobot, bibit dan bebet. Mari kita bahas satu persatu.
Faktor Bobot
Bobot kurang lebih berarti kualitas. Pertimbangan utama untuk pilih sekolah bagi anak tentu saja adalah masalah kualitas. Jika dipilah lagi masalah kualitas ini dapat dibagi menjadi kualitas sekolah, pengajar, pelajaran, extrakurikuler dan lulusannya.
Kualitas sekolah biasanya dapat dilihat dari standar akreditasi yang disandangnya. Beberapa sekolah favorit umumnya merupakan sekolah yang sering memenangkan berbagai lomba baik di tingkat daerah, nasional maupun internasional. Lomba-lomba ini tidak hanya dalam mata pelajaran tetapi biasanya juga dalam bidang olah raga.
Pemilihan kualitas sekolah ini tentunya juga harus mempertimbangkan kemampuan akademik dan sosialisasi anak juga. Jangan sampai anak minder karena tidak dapat menyesuaikan diri dengan teman-teman di lingkungan sekolah. Hal ini tentu bisa mempengaruhi prestasi akademik dan juga kepribadian anak.
Kualitas sekolah dalam menerapkan protokol kesehatan pada pembelajara tatap muka tentu juga harus menjadi pertimbangan di masa pandemi. Demi keselamatan dan kesehatan para siswanya.
Kualiras pengajar juga menentukan. Karena hanya pengajar yang baik dan kreatif, yang dapat menyampaikan ilmu sehingga murid-murid mudah untuk mencerna pelajaran. Tehnik pengajaran yang lebih membuat siswa untuk aktif berfikir tentu lebih menarik ketimbang hanya berpatokan pada membaca buku.
Di masa pandemi kualitas pengajar menjadi paling utama. Karena kreatifitas dan keaktifan seorang pengajar akan menentukan sukses tidaknya pelajaran diterima murid melalui pembelajaran jarak jauh. Kemampuan seorang guru mentransformasi pengajaran ke format digital menjadi penentu. Disamping kemampuan dan kemauan menjalin komunikasi baik secara langsung maupun virtual dengan para siswanya.
Kualitas pelajaran merupakan hal penting. Bagaimana kurikulum yang disyaratkan oleh pemerintah dapat terpenuhi dan diserap dengan baik oleh siswa. Termasuk pendidikan agama, moral dan karakter bagi setiap siswa. Bagaimana pembelajaran jarak jauh saat pandemi dapat diolah kedalam bentuk digital ataupun virtual sehingga dapat dimengerti setiap siswa.
Yang juga menjadi tambahan pertimbangan biasanya adalah kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan-kegiatan luar sekolah yang beragam menjadi daya tarik tersendiri. Karena aktifitas ini sangat baik untuk mengembangkan potensi dan bakat siswa. Tapi di masa pandemi mungkin hal ini menjadi berkurang pengaruhnya.
Kualitas para lulusan sekolah tersebut patut menjadi rujukan para orang tua dan murid. Berapa banyak lulusan sekolah tersebut yang diterima di sekolah favorit ataupun berapa persen jumlah kelulusan juga menjadi pertimbangan. Selain itu nilai kelulusan tertinggi di suatu sekolah juga bisa menjadi acuan.
Faktor Bibit
Bibit yang berarti asal usul ataupun latar belakang dari sekolah yang dituju. Ini adalah langkah penting berikutnya yang harus menjadi pertimbangan kita. Disini kita perlu mengetahui latar belakang didirikannya sekolah tersebut.
Visi dan misi dari sekolah tersebut harus kita telusuri dari berbagai sumber sebelum menentukan pilihan. Jangan sampai ketidak pedulian kita akan hal ini menjerumuskan anak-anak kita pada pembentukan pribadi yang tidak baik.
Banyak kasus dimana sebuah lembaga pendidikan ternyata memiliki misi tertentu yang sebenarnya menyimpang dari ajaran agama maupun nilai-nilai yang berlaku di negara ini.
Faktor Bebet
Bebet dalam bahasa jawa sebenarnya berarti cara berpakaian atau bisa diartikan juga penampilan. Penampilan disini bisa diartikan sebagai sarana dan prasarana yang ada dan tersedia di sekolah tujuan.
Pada daerah perkotaan, gedung sekolah yang terlihat megah dan cantik pasti akan menjadi poin plus tersendiri, dibandingkan dengan sekolah yang penampilan fisiknya kumuh dengan atap hampir roboh.
Hal ini tentu juga harus menyesuaikan lagi dengan kondisi setiap daerah yang pastinya berbeda. Karena masih banyak daerah pelosok yang memiliki gedung sekolah yang sebenarnya kurang layak. Namun demi berjalannya proses pencerdasan anak bangsa maka faktor tempat menjadi poin kesekian yang bisa dikesampingkan.
Pada kondisi normal, adanya fasilitas lengkap seperti perpustakaan, lapangan olah raga dan mungkin berbagai laboratorium untuk berkegiatan akan membantu kita menentukan sekolah yang terbaik.
Di masa pandemi saat pembelajaran jarak jauh masih dilakukan mungkin hal ini tidak begitu dirasakan pentingnya. Tetapi saat kondisi telah normal kembali barulah terasa kebutuhan akan sarana dan prasarana sekolah ini.
Tiga faktor tersebut tentu juga harus mempertimbangkan kesediaan dana yang kita punya. Karena sudah menjadi rahasia umum jika bersekolah di tempat terbaik biasanya membutuhkan biaya pendidikan yang cukup menguras kantong.
Faktor bobot, bibit dan bebet akan membantu anak dan orang tua memilih sekolah yang terbaik. Tapi jangan lupa juga untuk mempertimbangkan berbagai kondisi yang menyertainya baik kemampuan keuangan maupun kemampuan anak kita untuk menyesuaikan dengan berbagai standar yang ada di sekolah tersebut. Selain itu faktor jarak sekolah dengan rumah harus menjadi pertimbangan. Pikirkan juga apakah saat nanti pembelajaran tatap muka di mulai, anak kita akan kesulitan untuk datang tepat waktu.
Jangan sampai, ibarat jodoh, alih-alih menginginkan dan memilihkan yang terbaik untuk anak. Yang terjadi justru sebaliknya, orang tua justru terjebak dalam melakukan kawin paksa.
Tangerang, Januari 2021
Mahendra Paripurna
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H