Jika bukan ibu, mungkin akan memilih minggat dari ayah. Rasanya mungkin jarang ada wanita yang sanggup menghadapi tekanan seberat itu.
Pentingnya Toleransi dan Kemampuan Beradaptasi
Sejak itu kehidupan kami mulai gonjang-ganjing. Semua harta benda habis untuk menutupi kebutuhan kami. Dua rumah kami dijual. Satu rumah akhirnya dibeli oleh kakak kandung ayahku yang sebelumnya sudah menempati.
Ibu mengajarkan kami untuk beradaptasi dengan situasi ini. Kami mulai terbiasa makan nasi hanya dengan garam dan kerupuk. Aku bahkan pernah tak mampu membayar iuran sekolah hingga delapan bulan. Ibu sampai harus bolak-balik ke sekolah untuk memohon dispensasi.
Hal ini membuat aku malu untuk bersekolah. Ibulah  yang terus memberiku semangat. Puncaknya saat ayah meninggal dan ibu harus mengambil alih kepemimpinan keluarga.
Kakak perempuanku diterima bekerja di sipil Angkatan Laut juga atas rekomendasi teman ibu yang kebetulan juga berbeda agama. Aku juga berhasil untuk lulus kuliah.
Berbagai kejadian membuat kami menyadari mengapa ibu menekankan pentingnya toleransi dan kemampuan untuk beradaptasi.
Semangat Belajar Tak Kenal Umur mencari ilmu
Sebagai seorang muslim, ibu menyadari kekurangannya yang belum lancar membaca Al Qur'an. Ibu tak malu untuk belajar. Kebetulan di mesjid dekat rumahnya ada pengajaran baca Al Qur'an.
Beliau juga mengajak ibu-ibu lain untuk belajar mengaji. Sehingga banyak jamaah yang terkumpul mulai dari belajar baca Iqra hingga lancar dan mengkhatamkan Al Qur'an.
Ibu seolah menunjukkan kepada kami bahwa usia bukanlah halangan untuk menuntut ilmu dan memperbaiki diri.