Menulis tentang tema ini sebenarnya agak "ngeri-ngeri sedap" buat saya, takut dikeroyok sama emak-emak cantik yang membaca artikel ini. Nanti kalau mereka marah dan ramai-ramai memeluk dan mencium saya bagaimana coba? Lho kok malah takut bukannya senang. Hehehe.
Bus Rapid Transit (BRT) yang dipelopori pertama kali oleh Transjakarta tahun 2004 oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso saat ini telah menjadi primadona transportasi di Jakarta dan banyak ditiru konsepnya oleh daerah lain di Indonesia. Saat ini sudah ada 13 koridor yang resmi beroperasi di Jakarta.
Saya termasuk salah satu penikmat transportasi ini selama perjalanan pulang balik dari rumah ke tempat kerja. Beberapa artikel dan puisi saya terinspirasi dari berbagai hal yang saya temui selama perjalanan di Transjakarta seperti terlampir di bagian bawah.
Namun seiring semakin banyaknya armada BRT dan jalur koridor yang tersedia, serta seringnya bus yang saya tumpangi demo mogok operasi yang berakhir dengan hilangnya trayek bus umum yang biasa dinaiki, akhirnya saya mencoba Transjakarta dan harus mengakui kenyamanannya yang lebih baik dari angkutan sebelumnya. Dan relatif lebih aman dari pencopetan walaupun satu dua kali masih ada juga sih penumpang yang kecolongan.
Salah satu yang rasanya masih mengganjal adalah terkait prioritas dan dominasi kaum wanita di Transjakarta. Saya jadi merasa salah satu lelaki yang tertindas. Lho, kok bis?Hehehe.
Antrian Busway
Hal pertama adalah masalah antrian di halte yang rasanya sulit dihindari. Seiring makin populernya Transjakarta namun tidak dibarengi dengan pertambahan jumlah armada di setiap koridornya.Â
Makin sering saya melihat penumpang yang malas mengantri dan mencoba menyerobot antrian yang ada. Dan mayoritas yang menyerobot adalah dari penumpang perempuan, memang ada satu dua orang pelaku yang merupakan kaum lelaki.
Penumpang tersebut ada yang pura-pura bertanya tujuan pada antrian yang di depan ataupun sok akrab bercakap-cakap, tapi tidak mau bergeser untuk antri dan diam-diam mendesak barisan yang ada. Jika ditegur biasanya mereka akan menjawab dengan sewot. Memang antrian di halte kerap kali lolos dari pantauan petugas.
Modus lain yang dilakukan adalah menyelinap di antara para penumpang yang naik pada saat bus datang. Memang banyak penumpang yang memilih bus agar bisa mendapat tempat duduk jadi saat bus dirasa sudah penuh mereka mempersilahkan penumpang yang terburu-buru untuk naik dan rela tidak mendapat tempat duduk.Â
Ini yang sering dimanfaatkan oleh penumpang walaupun tahu sudah penuh mereka tetap menyerobot ke depan sehingga saat pintu bus ditutup karena sudah penuh, posisi mereka menjadi ada di depan. Mereka tidak mau disuruh mundur lagi karena antrian juga sudah memanjang. Dan lagi-lagi biasanya didominasi kaum perempuan.
Ada juga yang ikutan naik rombongan penumpang yang rela untuk berdiri tapi setelah masuk bus malah turun lagi dan berdiri di barisan paling depan. Ketika ditegur untuk mundur ke barisan belakang malah "ngotot" dan bersikeras mengatakan bahwa semula ia berada di baris depan.