Kicau burung menyambut pagi. Saat mentari tersenyum simpul. Disela tanah basah yang menggurat tapak kaki. Seiring embun yang menetes dari dahan yang tumpul.
Sepasang burung cinta bercengkrama. Menebar secawan rasa. Bawa ribuan cemburu. Yang mengiris kalbu laksana sembilu.
Andai aku boleh memilih. Bebas lepas ataukah terpenjara bersamamu. 'Ku pilih 'tuk pergi. Dan lari menjauh.
Bukan karna takut tersisih. Karna gagal memperoleh kasih. Tapi 'ku takut menyakitimu. Dan merobek hatimu dengan cintaku.
Kita memang tak sama.
Kelembutanmu tak mungkin bersatu. Dengan sikap angkuhku. Sangkar emasmu. Tak seluas hutan tempat bernaungku.
'Ku relakan takdir yang membawamu
Memadu kasih bersamanya sebagai burung cinta
Kita memang berbeda
S'lamanya tak mungkin menyatu
Karna 'ku hanyalah seekor elang kesepian penuh pilu
Yang tergugu di ranting pohon rapuh
Dengan sayap-sayap rindu yang membiru
Jakarta, Oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H