Â
"Kamu Tahu, waktu saya masih kecil dulu, Saya tidak tahu siapa yang syiah atau siapa yang Sunni. Itu tidak penting. Tidak jadi masalah. Tapi setelah revolusi Iran, dan setelah uang Saudi mengalir ke sini (Pakistan), kami terpecah antara Syiah dan Sunni" -- Mahmud Ali Durrani , Mantan Duta Besar Pakistan untuk Amerika tahun 2006-2008
Menyaksikan  pernyataan  Mahmud Ali Durrani di atas yang dipublikasikan oleh media Investigasi Amerika  , "Frontline"  ,  pada tahun 2018; membuat saya terkejut. Ternyata apa yang saya rasakan sedang terjadi di Indonesia - setidaknya satu dekade terakhir - telah terjadi jauh sebelumnya di Pakistan. Â
Tahun 2006, ketika presiden negara  Islam Syiah Iran - Ahemedinejad datang ke Indonesia, sentiment anti Syiah tidak terasa. Sebaliknya,  Indonesia -- yang mayoritas menganut Islam Sunni- menyambut Ahmedinejad dengan "Karpet Merah".Â
Ahmedinejad, tidak hanya bertemu pejabat-pejabat tinggi, tapi beliau juga diberi kesampatan berdiskusi dengan mahasiswa di Universitas Indonesia dan Universitas Syarif Hidayatullah. Sebelum meninggalkan Jakarta, Ahmadinejad yang menganut aliran syiah  menunaikan Sholat Jumat di Istiqlal, masjid  terbesar di negara Sunni terbesar di Dunia.
Penyambutan istemewa seorang  pemimpin negara Syiah terbesar di Dunia di negara Sunni terbesar di Dunia tersebut  seharusnya dapat dijadikan "pesan damai", bahwa Pemeluk Syiah dan Suni dapat hidup berdampingan dengan damai, saling menghormati. Â
Tapi pesan itu seolah tidak terdengar. Yang dirasakan di Indonesia malah sebaliknya. Tahun 2012 , warga asli Sampang Madura yang menganut Syiah terusir dari kampung Halamannya, karena ditolak penduduk  pemeluk Sunni lainnya yang anti Syiah.
Lebih jauh dari itu , sejalan dengan "booming" nya media sosial, propaganda anti syiah  berseliweran di media sosial. Ulama-ulama moderat yang senantiasa menyuarakan pesan damai untuk menerima perbedaan,  banyak yang dituduh sebagai penganut Syiah.  Bahkan Quraish Shihab , ulama terpandang di Indonesia  juga dituduh penganut Syiah. .
Apa yang telah terjadi sesungguhnhya  ?
Dalam tulisan ini  akan dipaparkan bagaimana runtutan perseteruan Sunni- Saudi Arabia  dan Syiah-Iran di timur tengah sana, menjadi salah satu sebab semakin meruncingnya perbedaan dalam menjalankan kehidupan beragama di Indonesia. Runtutan yang akan saya paparkan dalam tulisan ini  akan saya mulai dari abad ke 17, dimana aliran Wahabi  tengah berkembang di Timur Tengah
Cikal Bakal Arab Saudi dan WahabismeÂ