Mohon tunggu...
Mahendra Hariyanto
Mahendra Hariyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Pekerja IT TInggal Di Singapura

Pekerja IT yang sedang belajar menulis... Tinggal di Singapura

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Maaafkan Aku Ustadz, Kutak Dapat Memenuhi Seruanmu Kali Ini

3 November 2016   13:27 Diperbarui: 3 November 2016   13:45 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Maafkan aku uztadz, seruanmu kali ini tak menggugah hatiku.

Karena ku tak yakini ajakan mu itu membawa manfaat lebih besar daripada mudharat .

Bukan kah kau juga yang mengajarkan pada kami :  disetiap tindakan  kita harus meninmbang nimbang  besar mana antara manfaat dan mudharat nya.

Ajakan mu besok hari ya ustadz.. mengajak ratusan ribu umat turun ke jalan … ku tak yakin besar manfaatnya ya ustdaz

Sementara itu ya ustadz …  mudharat nya ya Ustzadz.... sudah mulai terasa.

Terdengar beberapa perushaan harus meliburkan karyawannya di hari itu..

Karenanya ..  tidak sedikit orang yang akan  terganngu pencarian rejekinya di hari itu..

Orang-orang tua juga ragu untuk mengantarkan anak sekolahnya di hari itu.

Karenanya  tidak sedikit anak-anak sekolah terganggu belajarnya di hari itu

Ribuan   bapak-bapak penjaga keamanan dikerahkan di hari itu dengan biaya yang tidak kecil tentunya.

Karenanya Biaya yang sejatinya dapat dialihkan untuk hal lain yang lebih memberi manfaat pada orang banyak, harus di gunakan untuk menjagamu dan pengikutmu

Kau katakan , kegiatan besok itu untuk membela agama kita yang telah dinistakan ya ustadz.

Tapi sungguh Ya Ustadz.. ku tak paham kata katamu itu.

Orang yang kau katakan telah menistakan agama kita, telah meminta maaf pada kita. Berkali kali pula dia jelaskan pada kita bahwa tiada maksud untuk menistakan agama.

Di lain waktu, kaukatakan pada kami.. memaafkan adalah akhlak yang mulia…., lalu aku tak mengerti Ya Ustadz.. mengapa kau tak anjurkan pada kami untuk memaafkannya?

Sebaliknya, kau ajak ribuan orang dari umat mu ini turun ke jalan di besok hari untuk terus mempermasalahkan hal itu seolah kata maaf yang diucapkannya tiada artinya.

Lalu kau pula katakan , memaafkan dan penegakan hukum adalah hal yang berbeda.

Aksi turun ke Jalan untuk mendesak penegakan hukum pada orang itu.

Inipun aku tak mengerti lagi seruanmu ya Ustadz. Setahuku, proses hukum masih berjalan. Saksi-saksi, bukti- bukti sedang  lagi  dikumpulkan.

Tidakkah lebih baik kita menunggu proses itu bergulir ya Ustadz.

Ataukah kau beranggapan bahwa proses hukum itu hanya pura-pura?  

Bisakah kau  buktikan Ya Uztad…  kalau itu hanya pura-pura?

Bagaimanap ula kita membuktikan proses hukum itu akan berakhir pura pura di saat proses hukum itu masih berjalan Ya Ustadz?

Sungguh ku tak mengerti ya Ustadz.

Di lain waktu,  kau bercerita bagaiman adilnya tindakan seorang hakim muslim pada seroang yahudi.

Syahdan di masa pemerintahan Imam Ali, seorang Yahudi dituduh mencuri baju perang milik Khalifah Ali.

Ali  mengadukan Yahudi tersebut ke pengadilan dan membawa puteranya sebagai saksi. Gugatan Ali ditolak hakim karena seorang anak tidak dapat dijadikan saksi yangs sah.

Khalifah Ali menerima putusan hakim dengan lapang dada.

Karena sekalipun dia yakin baju zirah yang dikuasai orang Yahudi itu adalah baju Zirahnya yang hilang, dia tidak dapat membuktikan bahwa sang Yahudi telah mencuri bajunya.  

Menyaksikan sikap Ali dan Hakim muslim yang adil itu, Sang pencuri Yahudi terkesima karenanya dan memutuskan masuk agama islam.

Ketika kau ceritakan cerita itu pada kami, kau katakana itulah sikap Adil yang harus kita tiru. Di saat kita berkuasa, di saat kita menjadi mayoritas , kita harus tetap bersikap adil pada semua golongan.

Maka dari itu Ya ustadz, ku sungguh tak mengerti akan seruanmu di hari jum’at besok itu. 

Belum lagi bukti-bukti itu selesai diperiksa,  Kau kerahkan ribuan pengikutmu turun ke jalan menuntut hukuman seberat beratnya bagi orang yang dituduh menistakan itu .

Bukankah itu berarti kita sedang bertindak tidak adil pada orang itu? Bukan kah itu berarti kita  sudah menyatakan orang itu bersalah sebelum lagi pengadilan baginya dimulai? Bukankah itu berarti kita sedang tidak meneladani apa yang dicontohkan oleh khalifah Ali yang kau ceritakan pada kami di lain hari?

Karenanya ya Ustadz, sungguh ku tak mengerti ajakanmu kali ini. 

Namun aku tahu diri Ya ustadz . Siapalah awak ini. Ilmu agamaku mungkin tak sedalam murid paling bodoh di kelas pesantrenmu. Dan karenanya Ya Ustadz, sekalipun aku tak mengerti ajakanmu di besok hari. Aku tetap  berbaik sangka, bahwa dengan ilmu agama yang kau miliki , kau telah membuat perhitungan dan pertimbangan yang matang atas apa yang akan  kaulakukan itu.

Dan karenanya Ya ustadz, ku tetap tulus memanjatkan doa agar apa yang kau serukan esok hari akan  berjalan damai tanpa ada kerusakan.

Amin Ya Rabbil Alamin.

03 November 2016

Mahendra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun