Covid-19 adalah pengetahuan baru yang diakui oleh seluruh dokter di dunia (terlepas dari adanya orang yang ignoran terhadapnya) yang menciptakan kuasa baru yang berasal darinya.
Di beberapa negara termasuk di Indonesia, karena adanya wacana dan pengetahuan mengenai Covid-19 ini, orang akan disalahkan dan dihukum hanya gara-gara tidak memakai masker.Â
Bukankah ini adalah kuasa yang tercipta dari wacana dan pengetahuan mengenai Covid-19? Dalam pemikiran Foucault, hubungan demikian dikenal dengan istilah relasi kuasa-pengetahuan. Dalam contoh Covid-19 ini, relasinya adalah kuasa yang mengharuskan orang menaati protokol kesehatan berhubungan erat dengan wacana dan pengetahuan mengenai Covid-19 tersebut.
Namun, contoh di atas sesungguhnya masih bisa diteruskan ke dalam refleksi lebih dalam lagi mengenai kuasa yang terbentuk dari wacana, pengetahuan dan kebenaran.Â
Artinya, kuasa juga diciptakan oleh prinsip-prinsip kebenaran yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Tidak mungkin kuasa muncul jika tidak ada prinsip kebenaran yang melekat di dalamnya.
Kebenaran yang paling mendasar yang harus menjadi acuan dan ukuran dalam menciptakan kuasa adalah kebenaran yang bersifat moral. Bahkan jika hendak dibawa ke ranah kebenaran yang lebih absolut lagi, maka kebenaran yang jadi acuan di dalam menciptakan kuasa adalah kebenaran agama.
Akhirnya, jika kebenaran moral (agama) menjadi bagian dari pembentukan kuasa, maka tidak bisa diterima jika ada praktik kuasa yang mencederai moral apalagi bertentangan dengan agama.Â
Karena menurut pemikiran Foucault di atas, kuasa tercipta bukan karena subjek tetapi karena wacana, pengetahuan dan kebenaran. Tentu saja pemikiran ini bisa salah dan terbuka untuk diperdebatkan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H