Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Manusia Gua dalam Kompetisi Abadi di Dunia

10 Juli 2018   01:50 Diperbarui: 10 Juli 2018   20:59 2408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: cave.matchups.site

Implementasi dari kaidah di atas gampang-gampang susah. Karena di dalam manusia, di samping ada perangkat akal pikiran, juga ada perangkat nafsu dan keinginan. Kedua jenis perangkat tersebut selalu bertarung berebut posisi dan kekuasaan dalam diri seseorang.

Kita ambil contoh. Awal bulan setelah gajian, rata-rata orang pergi ke pusat-pusat perbelanjaan. Tujuannya satu yang utama, mengejar apa yang diinginkan oleh nafsu belanja mumpung ada uang di saku. Dalih apa pun yang diajukan, intinya tetap saja sama yaitu belanja. Belanja yang kadang di luar  atau melebihi apa yang dibutuhkan.

Jika mendengarkan bisikan nafsu dan keinginan, rasa-rasanya semua barang yang dinilai menyenangkan pasti ingin dibeli dan dimiliki. Itu bisikan dari kekuatan nafsu dan keinginan. Dia bekerja untuk mendorong seseorang menghabiskan uang yang di genggaman.

Tetapi, perangkat akal pikiran berkata sebaliknya; jangan menghabiskan seluruh uang yang ada demi memuaskan nafsu dan keinginan. Masih ada beberapa minggu ke depan untuk dipikirkan dan dicukupi dengan uang yang sama. Begitulah kira-kira akal pikiran berbicara.

Jika seseorang menuruti kata-kata nafsu dan keinginan, maka dia sudah masuk perangkap dan jebakan belanjanya. Jika seseorang mengamini kata-kata akal pikirannya, maka dia telah berhasil menghindari jebakannya tanpa kehilangan kesenangan yang berasal dari belanjanya.

Akal Pikiran dan Perjalanan ke Alam Ideal

Barangkali, kompetisi abadi antara akal pikiran dan nafsu keinginan manusia, di dalam bahasa sehari-hari disebut sebagai ujian. Ada kemungkinan lulus ada kemungkinan gagal. Mirip seperti halnya ujian di sekolah atau ujian melamar pekerjaan.

Ketika kekuasaan akal pikiran mampu mengalahkan kekuasaan nafsu keinginan, ijazah kelulusan akan ada di tangan. Sebaliknya, apabila kekuasaan nafsu keinginan mengalahkan akal pikiran, maka masuklah ia ke dalam perangkap dan jebakan.

Akal pikiran oleh karenanya diharapkan mampu membebaskan manusia dari gua kegelapan nafsu keinginan terhadap dunia bayang-bayang. Jika demikian adanya, manusia kemudian akan mampu melihat kenyataan yang sesungguhnya. Kenyataan yang bukan bayangan.

Dengan bimbingan akal pikiran, manusia berusaha keluar dari kegelapan gua dunia menuju terang alam kenyataan sejati. Ia merangkak dan tertatih-tatih keluar dari jebakan gua kehidupan di dunia yang semu menuju kehidupan di alam nyata yang ideal (alam ide) seperti yang diilustrasikan Plato.

Jika kekuatan akal pikiran tersebut diterangi oleh cahaya ketuhanan yang memancar dari keyakinan keagamaan, maka hal ini akan menjadi lebih utama lagi. Ibarat seorang pengemudi, di samping membawa kendaraan yang kuat dan sehat mesinnya, ia juga dibimbing peta, arah dan terangnya lampu yang menyinarinya sepanjang perjalanan. Hal demikian tentu akan memudahkannya sampai di tujuan.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun